Misteri Mumi di Papua Nugini
Senin, 14 Desember 2015 - 03:49 WIB
Sumber :
- Amusing Planet
VIVA.co.id
- Mesir kuno sering diidentikkan dengan proses pengawetan jenazah atau mayat menjadi mumi. Tapi sebenarnya, ada banyak budaya di seluruh dunia yang juga mempraktikkan proses ini. Salah satunya suku Angga di wilayah Aseki, Papua Nugini.
Dilansir
Amusing Planet,
Papua Nugini adalah sebuah negara yang terletak di bagian timur Pulau Papua dan berbatasan darat dengan Provinsi Papua (Indonesia). Di wilayah ini, wujud mumi berbeda dengan di Mesir. Mumi Angga, tidak dibungkus perban dan ditempatkan di makam. Mereka dibiarkan di tempat terbuka, tinggi di atas tebing, sering menghadap desa di mana mereka pernah tinggal.
Salah satu proses yang paling penting dari mumifikasi adalah penghapusan kelembapan dari mayat, karena air mempromosikan dekomposisi. Perlu diketahui, mumifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh akan terdehidrasi dengan cepat. Mumifikasi terjadi pada rentang waktu 12-14 minggu. Jaringan tubuh akan berubah menjadi keras, kering, warna cokelat gelap, berkeriput dan tidak membusuk.
Mesir kuno melakukan proses mayat menjadi mumi dengan menutup mayat dengan garam dan campuran rempah-rempah yang memiliki sifat pengeringan. Sementara Suku Angga, menggunakan pendekatan yang lebih langsung - mereka mayat yang akan dijadikan mumi, dipanaskan di atas api.
Uniknya, mayat-mayat itu kemudian dibiarkan'merokok' selama lebih dari satu bulan sampai semua cairan tubuh telah menetes dari berbagai luka yang dibuat di dalam tubuh.
Cairan ini dikumpulkan oleh penduduk desa dan digunakan untuk pijat bagian atas tubuh mereka sendiri. Cara ini diyakini untuk mentransfer kekuatan jenazah agar tetap hidup.
Setelah tubuh itu dibakar dan kering, lalu ditutupi dengan oker, oksida besi, untuk melindungi mumi agar tetap utuh. Proses mumifikasi pun akan lebih cepat, apalagi, dalam kondisi terik Papua Nugini, yang biasanya mempercepat dekomposisi mayat, proses bekerja dengan sangat baik.
Meski sekarang proses mumifikasi tak lagi sering dilakukan, namun mumi yang tersisa, benar-benar diawetkan dengan hati-hati oleh penduduk desa yang secara berkala melakukan pekerjaan restorasi setiap kali anggota tubuh mumi terkulai atau terlihat seperti akan jatuh.
Untuk memperkuat bagian tubuh mumi, seringkali, getah dipanaskan dari pohon lokal sebagai lem untuk merekatkan anggota bagian tubuh mumi yang rusak.
Baca Juga :