5 Fakta Mumi Tertua Indonesia, Berusia 7000 Tahun di Sulawesi

Ilustrasi penemuan mumi.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Mumi merupakan sebuah mayat yang diawetkan, karena perlindungan dari dekomposisi cara alami atau buatan, sehingga bentuk awalnya tetap terjaga. Kendati demikan, tidak semua mumi diawetkan dengan sengaja. Justru sebagian besar dari mereka terawetkan karena beberapa faktor alami, seperti lumpur, es serta udara yang kering.

Mumi juga merupakan salah satu wujud dari budaya pada zaman kuno yang proses penemuannya sangat menarik untuk ditelusuri. Pembahasan mengenai mumi tidak akan pernah ada habisnya. Banyak hal yang menarik untuk dibahas jika mengenai proses penemuan fosil mumi yang sudah beribu-ribu tahun lamanya.

Hingga saat ini diketahui sudah banyak fosil mumi ditemukan dan masing-masing berasal dari masa dan negara yang berbeda-beda. Dari banyaknya fosil mumi yang ditemukan dan dipelajari, untuk kali ini kita akan membahas fosil mumi yang ditemukannya pada 7000 tahun lalu lamanya.

Penemuan mumi

Photo :

Temuan kerangka manusia yang sejauh ini diyakini tertua itu ditemukan di daerah Sulawesi Selatan. Para ahli telah temukan fosil wanita muda asal Indonesia yang meninggal 7000 tahun lalu.

Fosil ini digadang-gadang bisa mengubah teori sejarah pola migrasi manusia purba. Penemuan ini membuka wawasan tentang asal usul orang Papua dan penduduk asli Australia yang memiliki DNA Denisovan. Jenazah yang diberi nama Besse ini merupakan sebuah penemuan pertama Denisovans di antara Austinesia, kelompok etnis tertua Indonesia.

Kenapa penemuan Denisovans ini begitu mengejutkan? Hal tersebut karena DNA ini sama dengan milik manusia purba asal Siberia. Sejumlah fakta menarik pun akhirnya terkuak dari fosil yang ditemukan di Sulawesi Selatan ini.

Penemuan DNA Besse

Photo :

1. Besse Miliki Karakter Morfologis dengan Bangsa Australo-Melanesian

Salah satu fakta menarik dari temuan para arkeolog dari Griffith University dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (ARKENAS) itu adalah bahwa adanya kemiripan karakter morfologis pada Besse dengan bangsa Australo-Melanesian.

Menurut ilmuwan, meskipun keturunan Austronesia ternyata Besse masih memiliki jejak rekam genetik Denisovan yang kuat. Hingga saat ini ilmuwan mengira orang Asia Utara atau Denisovans baru tiba di Asia Tenggara sekitar 3500 tahun lalu.

Namun penemuan terbaru ini membuat ilmuwan berpikir kalau pertemuan itu terjadi lebih cepat dari perkiraan. Jasad Besse ditemukan di gua batu kapur Lean Panninge di Sulawesi Selatan. Penelitian ini diterbitkan dalam jurnal ilmiah Nature pada Agustus 2021 lalu, tentang asal usul orang Papua dan Aborigin.

2. DNA dari Besse

DNA dari Besse, demikian para peneliti menamai wanita muda di Indonesia, menggunakan istilah untuk bayi perempuan yang baru lahir dalam bahasa daerah Bugis, adalah salah satu dari sedikit spesimen yang terpelihara dengan baik yang ditemukan di daerah tropis.

Ini menunjukkan bahwa meskipun dia adalah keturunan dari orang-orang Austronesia yang umum di Asia Tenggara dan Oseania, dia juga memiliki jejak genetik Denisovan, kata para ilmuwan. DNA Besse mengubah teori tentang pola migrasi manusia purba tersebut dan mungkin juga menawarkan wawasan tentang asal usul orang Papua dan penduduk asli Australia yang memiliki DNA Denisovan.

“Analisis genetik menunjukkan bahwa penjelajah pra-Neolitikum ini … berbagi penyimpangan genetik dan kesamaan morfologi paling banyak dengan kelompok Papua dan Pribumi Australia saat ini,” kata mereka di koran. Jenazah saat ini disimpan di sebuah universitas di kota Makassar di Sulawesi Selatan.

Tidak hanya itu, DNA Besse juga mengubah teori tentang pola migrasi manusia purba tersebut dan mungkin juga menawarkan wawasan tentang asal usul orang Papua dan penduduk asli Australia yang memiliki DNA Denisovan.

3. Lean Pannige, Sulawesi Selatan Jadi Kawasan Industri Purba

Jasad Besse, yang merupakan wanita muda yang meninggal 7000 tahun lalu lamanya ditemukan di gua batu kapur Lean Panninge di Sulawesi Selatan. Penelitian ini diterbitkan dalam jurnal ilmiah Nature pada Agustus 2021 lalu, tentang asal usul orang Papua dan Aborigin.

Para peneliti menemukan sebuah peninggalan budaya prasejarah di dalam Leang Panninge. Mulai dari kapak batu, pisau batu, mata panah  dan termasuk hal-hal yang diyakini berupa sisa makanan mereka seperti tulang babi, rusa dan lainnya ikut ditemukan.

Leang Panninge diyakini pada saat itu digunakan sebagai area atau kawasan industri membuat alat-alat pemburuan, mengumpulkan serta meramu makanan. Hal ini berdasarkan sebuah penemuan yang berupa pembentuk alat batu serta sisa-sisa tatal alat batu.

4. Besse Merupakakan Seniman Lukisan Purba, Benarkah?

Burhan, salah satu ilmuwan yang ikut dalam penelitian tersebut, merujuk pada wilayah Indonesia yang mencakup Sulawesi Selatan, di mana ditemukan jasad yang dikubur dengan batu di tangan dan di panggulnya, di kompleks gua Leang Pannige.

Basran Burhan yang ikut dalam proses penemuan di Leang Panninge, mengatakan ternyata keberadaan Besse wanita muda tersebut diperkirakan berada di periode sebelum Austronesia [datang], dan setelah Rock Arts [lukisan purba].

 "Sampai sekarang belum ada yang menunjukkan, bahwa mereka punya kemampuan untuk melukis. Belum ada lukisan yang ditemukan di periode itu," kata Basran.

Di temui di kawasan Pangkajene Kepulauan Sulawesi tersimpan banyak gua yang di mana di dalamnya ditemukan jejak-jejak purbakala.  Dan ternyata salah satu di antaranya terdapat sebuah gua tertua yang ada di dunia di mana ditaksir bisa berusia mencapai 45000 tahun lalu.

5. Ditemukannya Kerangka Manusia Pra Sejarah Lainnya

Tim arkeolog dari Unhas saat ini menyatakan, rupanya menyimpan 4-5 kerangka manusia prasejarah lainnya selain Besse.

 "Di sekitar itu juga, penelitian di Bontocane [Kab. Bone], daerah Leang-Leang, kita juga dapatkan potongan-potongan rangka manusia. Tapi, yaitu tadi, karena kita keterbatasan anggaran, belum dianalisis di laboratorium," kata Prof Akin.

Prof Akin Duli pun mengatakan, jika biaya yang digelontorkan untuk satu kerangka manusia tersebut bisa mencapai Rp 1miliar. Biaya tersebut mulai dari tahap survei, ekskavasi hingga penentuan usia dan DNA-nya.

Selama ini, hasil temuan-temuan prasejarah khususnya di Sulawesi sangat bergantung dari kerja sama pihak luar seperti Griffith University.