Disambut Jelmaan Putri Mandalika
- Dok. Istimewa
VIVA – Berkunjung ke Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB) rasanya kurang jika tak mencoba panganan bernama pepes nyale. Tak terkecuali Marc Marquez, juara dunia MotoGP 2019.
Sejak Jumat, 11 Februari kemarin, para pembalap dunia memang sudah berada di Lombok menjajal Sirkuit Internasional Jalan Raya Pertamina Mandalika.
Kedatangan mereka dalam rangka tes pramusim MotoGP, untuk kemudian berlaga di puncak balapan pada 18-20 Maret 2022. Eksotisme alam NTB tak perlu diragukan. Kekayaan kuliner, budaya, dan banyak lagi tentu sayang untuk dilewatkan para pembalap.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah NTB, Lalu Lendek Jayadi, mengaku terus berupaya menciptakan suasana yang nyaman, khususnya destinasi wisata.
Bentangan pantai yang indah didukung juga dengan tradisi masyarakat yang masih kental menjadi daya tarik wisatawan yang datang ke daerah yang dijuluki Gumi Tatas Tuhu Trasna ini.
“Menjelang MotoGP ada tradisi Bau Nyale. Ini sebagai wujud kita memelihara atraksi budaya yang sudah menjadi peninggalan leluhur kami. Terlebih memang pariwisata kita adalah pariwisata yang tentunya menarik minat para wisatawan dengan berbagai keunikan yang dimiliki,” kata dia, Minggu, 13 Februari 2022.
Bau nyale, sebuah tradisi lama milik masyarakat Sasak – suku terbesar di Lombok – pulau seluas 4.725 kilometer persegi dengan garis pantai sepanjang 1.364 kilometer dan menjadi bagian penting dari Provinsi NTB.
Dalam bahasa Sasak, bau artinya menangkap dan nyale adalah cacing laut. Bau nyale adalah aktivitas masyarakat untuk menangkap cacing laut yang dilakukan setiap tanggal 20 bulan 10 dalam penanggalan tradisional Sasak (pranata mangsa) atau tepat 5 hari setelah Bulan Purnama.
Umumnya, antara Februari dan Maret setiap tahunnya. Masyarakat setempat percaya kalau nyale adalah jelmaan Putri Mandalika, anak pasangan Raja Tonjang Beru dan Dewi Seranting dari Kerajaan Tonjang Beru dalam hikayat kuno Sasak.
Putri Mandalika diceritakan sebagai sosok cantik yang diperebutkan oleh banyak pangeran dari berbagai kerajaan di Lombok seperti Kerajaan Johor, Lipur, Pane, Kuripan, Daha, dan Beru.
Tak ingin terjadi kekacauan di kemudian hari jika ia memilih salah satu di antaranya, Putri Mandalika pun menolak semua pinangan itu dan memilih mengasingkan diri.
Akhirnya Putri Mandalika memutuskan untuk mengundang seluruh pangeran beserta rakyat di Pantai Kuta, Lombok pada tanggal 20 bulan 10, tepatnya sebelum Subuh.
Seluruh undangan berduyun-duyun menuju lokasi. Putri Mandalika yang dikawal ketat prajurit kerajaan muncul di lokasi. Kemudian, ia berhenti dan berdiri pada sebuah batu di pinggir pantai.
Tak lama, ia pun terjun ke dalam air laut dan menghilang tanpa jejak. Seluruh undangan sibuk mencari, namun mereka hanya menemukan kumpulan cacing laut yang kemudian mereka percayai sebagai jelmaan Putri Mandalika.
Dengan segala keunikannya ini, Pemerintah Provinsi NTB telah mengemas tradisi unik masyarakat Sasak ini dalam sebuah agenda pariwisata tahunan.
Ketika Festival Pesona Bau Nyale diadakan Dinas Pariwisata NTB di Pantai Seger pada 2019, atau satu tahun sebelum pandemi COVID-19.
Saat itu, sekitar tiga ribu turis asing menyaksikan kegiatan yang berlangsung selama lima hari. Beragam aktivitas digelar. Mulai dari lomba surfing membelah tingginya ombak di Pantai Mandalika dan bau nyale di Pantai Seger hingga pawai budaya Sasak di Praya, Lombok.
Pantai Seger sendiri masuk dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, satu dari lima destinasi superprioritas pariwisata Indonesia selain Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Borobudur (Jawa Tengah), Likupang (Sulawesi Utara), dan Danau Toba (Sumatra Utara).
"Bau nyale tetap berlangsung meski festivalnya diistirahatkan untuk sementara hingga berakhirnya pandemi," tutur Lalu.