Dilema Pariwisata Kepulauan Kei Maluku Tenggara
- VIVA/Lutfi Dwi Puji Astuti
VIVA – Masyarakat dunia mengenal Bali sebagai destinasi wisata terindah di Indonesia. Namun ternyata, Bali bukan satu-satunya objek wisata unggulan Indonesia.
Selain Bali, Indonesia masih menyimpan "permata" wisata tersembunyi, yang belum banyak terjamah wisatawan. Salah satunya, destinasi wisata di Kepulauan Kei, Maluku Tenggara.
Daerah di timur Indonesia ini menyimpan banyak pantai yang mempesona, gua yang indah hingga beragam tempat bersejarah. Oleh pihak Kementerian Pariwisata, Kepulauan Kei ini tengah gencar dipromosikan.
"Banyak tempat wisata di sini yang diunggulkan. Salah satunya, Kepulauan Kei Kecil. Banyak di tempat ini yang bisa dipromosikan," ujar Kabid Pemasaran Pariwisata, Dinas Pariwisata Maluku Tenggara, Budhi Toffi, saat ditemui di sela-sela acara Press Tour Maluku Tenggara, Kamis 15 Maret 2018.
Budhi menyebutkan, wisata pantai menjadi salah satu yang sedang gencar dipromosikan. Mulai dari Pantai Ngurbload atau Pantai Pasir Panjang, Pantai di Pulau Bair, hingga Sneak Island atau Ngurtawur.
Bukan hanya pantai, Kepulauan Kei juga menyimpan pesona air terjun tujuh tingkat alami, seperti air terjun Lobwaer yang terletak di Desa Ad, ada juga gua alam yang memiliki air jernih dengan stalakmit juga stalaktit yang indah, Hawang Cave. Dan tak kalah menarik, daerah ini juga menyimpan banyak tempat bersejarah, seperti Bukit Masbait hingga Taman Siaran Ir. Yohannes
Meski indah bagai surga di bumi dan punya banyak kisah sejarah, bukan hal yang mudah menjadikan beragam destinasi ini sebagai bagian dari investasi bisnis.
Banyak investor asing dan domestik melirik untuk dijadikan mitra kerja sama bisnis pariwisata, namun masyarakat setempat memilih untuk menjaga dan melestarikan, serta mempromosikannya dengan cara tak berlebihan.
"Ini karena rata-rata pantai di sini khususnya masih milik masyarakat, masih milik tanah adat. Jadi pemerintah masih sungkan mengelola," terang Budhi lagi.
Diakui Budhi, membangun tanah adat untuk dijadikan destinasi wisata yang lebih mendunia butuh formulasi khusus. Namun, mencari formulasi dengan aturan apa pun sulit dilakukan.
"Meski sulit dikelola sebagai investasi, namun warga di sini tetap ramah. Mereka tetap membuka diri, bagi siapa pun yang ingin datang berwisata."
Tetap ada retribusi bagi mereka yang ingin menambah tempat-tempat indah di Kepulauan Kei. Tapi, retribusi, yang diberlakukan, dibuat dengan peraturan desa, bukan dengan peraturan pemerintah daerah.
"Jadi, banyak investor yang pengin kelola, tapi enggak mudah. Sulit untuk mendekati masyarakat. Meski sempat ditawarkan sistem keuntungan bagi hasil dengan sebuah kontrak perjanjian tetap formulasi ini tidak berhasil," katanya.
"Ini jadi dilema pariwisata di Kei Maluku Tenggara."
Bukan hanya itu saja dilemanya. Banyak warga memikirkan, jika terlalu banyak orang asing yang datang, khawatir Kei juga akan rusak, tercemar sampah, hingga khawatir lingkungan akan rusak.
"Di mana-mana, di Indonesia, ini yang jadi masalah, karena daerah wisata masih milik masyarakat adat. Tapi yang pasti, prinsip dasar kami sebagai pemda, tanah tidak akan dijual kepada orang asing," ujar Budhi. (one)