Kepiting Bakau Jadi Bisnis Menggiurkan di Pulau Kei

Olahan kepiting khas Pulau Kei, Maluku Tenggara
Sumber :
  • Lutfi Dwi/VIVA

VIVA – Melihat kehidupan warga di Pulau Kei, Maluku Tenggara begitu tenang. Ditambah lagi dengan pemandangan alam nya yang mempesona.

Lingkungannya masih bersih, jauh dari polusi. Mulai dari pantai hingga air terjun, masih dialiri dengan air yang sangat jernih. Kehidupan warganya juga sangat sederhana. Sebagian dari mereka bermatapencaharian sebagai petani rumput laut dan penangkap kepiting.

Ohoi Evu (Desa Evu), salah satu desa dengan warganya yang rata rata adalah petani rumput laut juga penambak kepiting. Di tengah alam yang indah dan tenang ini, pekerjaan tersebut mendatangkan penghasilan besar untuk mereka.

Siprianus Elman pria kelahiran 1959 ini menjadi salah satu warga dengan mata pencaharian tersebut. Sudah cukup lama dia menggeluti bisnis ini. Bahkan karena dua bisnis ini dia bisa menghidupi keluarganya.

Diceritakan Siprianus, di desa nya bukan hanya sekadar desa penghasil rumput laut dan kepiting. Desa ini juga sering dijadikan tempat belajar untuk siapa saja yang ingin memiliki keahlian membudidayakan rumput laut dan belajar menambak kepiting.

"Banyak sekali yang datang ke sini untuk belajar budidaya.  Karena di sini selain rumput laut nya yang mendatangkan untung besar,  kepiting yang ditambak di sini juga merupakan kepiting besar jenis kepiting Bakau," katanya.  

Dijelaskan pula olehnya, untuk membudidayakan rumput laut tak butuh waktu yang lama untuk dipanen. Masa penanaman hanya 40 hari, dan setelah itu bisa langsung dipanen.

"Ini merupakan mata pencaharian 3 desa. Desa Evu,Desa Letvuan, juga Desa Arso," katanya saat ditemui di sela Press Tour Maluku Tenggara bersama Kementrian Pariwisata.  

Kebun bibit rumput laut yang ada di Desa Evu kata Siprianus juga cukup luas, sekitar 1 hektare.  Dan masing-masing desa punya lahan bibit sendiri. Bagi nya, budidaya rumput laut ini merupakan bisnis yang menjanjikan dibandingkan usaha lainnya yang dia geluti bersama warga desa lainnya. Dengan usaha ini, dia bahkan bisa menyekolahkan anaknya hingga ke Pulau Jawa.  

"Usaha budidaya rumput laut dibanding ikan, lebih enak rumput laut karena kami bisa biayai anak ke Jawa dan kami juga bisa ke Jawa," kata ayah dengan enam anak dan sembilan cucu dengan nada bicara yang khas.  

Rumput laut di sini,  bukan hanya untuk dikonsumsi warga sendiri,  tapi juga jadi komoditi pasar di luar Maluku Tenggara.  

"Sering rumput laut dikirim ke Surabaya dan ke Malang. Ada yang digunakan  untuk bahan baku kosmetik, makanan ringan, makanan ternak, juga untuk konsumsi hari-hari,” ujarnya.

Jika ingin dikonsumsi sebagai pengganti sayur, biasanya rumput laut ini setelah dipanen direndam terlebih dahulu selama satu malam, untuk menghilangkan kotorannya diolah sesuai selera. "Biasanya warga sini mengolah jadi urap lat".

Tiap pagi,  desa ini ramai dengan kedatangan mobil yang lalu lalang untuk berburu rumput laut.  Mulai pukul 6 hingga 7 pagi mereka berlomba-lomba menimbang rumput laut. "Rumput laut nya biasanya dijual di tempat penampungan.  Untuk yang kering satu kilogram nya Rp15 ribu. Untuk yang basah perkilo nya Rp 5000,” ujarnya.

Hari Minggu dan hari libur besar adalah waktu yang paling ramai pembeli. Biasanya mereka beli dan dikirim ke tempat lain juga untuk produksi sirup, puding, dan makanan untuk oleh-oleh seperti permen.

"Kalau produk sini dikirim ke Surabaya. Selain budidaya rumput laut di sini juga tempat penangkaran kepiting," ujarnya.

Kepiting di desa ini juga paling banyak diburu karena ukurannya yang sangat besar.  Kepiting Bakau jenis nya.

"Kalau di sini kepiting nya gurih beda dengan kepiting dari Aru yang dadanya tipis tapi besarnya sama. Karena di sana itu campuran pasir dengan rumput. Kepiting Aru rasanya asin," ujarnya.

Satu minggu kepiting hasil tangkapan satu orang  warga bisa mencapai 300 kilogram beratnya. Kepiting Bakau dadanya lebih tebal,  rasanya lebih enak,  tak heran jika harga jual ya cukup mahal.  Ukuran besar dengan berat mencapai 2kilogram bisa dijual dengan harga Rp150 ribu. Tapi ada juga kepiting ukuran sedang yang dijual dengan harga Rp75 ribuan dan yang paling kecil bisa dijual seharga Rp25 ribu.  

"Banyak juga yang beli buat oleh oleh, bisa dikemas dalam kotak sampai Jakarta tetap hidup," ujarnya.

Setiap harinya,  untuk mendapatkan kepiting, Siprianus dan warga lainnya meletakkan bubu dengan umpan ikan kecil di pinggir pantai.  Selama satu malam biasanya nya didirikan.  

"Jika taruh bubu pagi,  besok paginya sudah terisi kepiting. Satu bubu, bisa masuk 2 sampai tiga kepiting," katanya.