Gunung Salak, Lokasi Konflik Kini Jadi Destinasi Wisata
- VIVA/Zulfikar Husein
VIVA – Dulu dikenal angker, kini Gunung Salak yang berada di ujung pelosok Kecamatan Nisam Antara, Kabupaten Aceh Utara, Aceh, terkenal sebagai lokasi wisata. Pemandangan alam dengan beberapa kawasan hutan yang masih perawan menjadi objek utama destinasi.
Kini, gelagat keangkeran sudah tidak ditemukan lagi. Gunung Salak telah menjadi salah satu objek wisata yang instagramable. Pengunjung yang tak ada batasan usia kerap melakukan swafoto di sana.
Dikunjungi VIVA, Gunung Salak menyajikan pemandangan hutan dan lembah yang curam, juga menyajikan pemandangan alam yang diselimuti kabut tipis, serta hawa sejuk. Pengunjung yang berada di sana berasa ingin berlama-lama.
“Hawa udaranya yang sejuk itu mampu meredakan lelah pengunjung, yang tadinya melewati jalan yang menanjak ke sini. Belum lagi kita dimanjakan oleh pemandangannya yang indah,” ujar Intan Hayyu, salah seorang pengunjung.
Destinasi wisata ini sangat ramai dikunjungi warga saat hari libur dan setiap akhir pekan. Di lokasi juga terdapat beberapa tempat yang menyajikan beragam menu makanan dan minuman, yang bisa dinikmati para pengunjung.
Bekas kawasan konflik
Saat konflik Aceh dulu terjadi, kawasan ini dikenal sebagai salah satu lokasi ‘eksekusi’. Namun sejak adanya perjanjian damai, Pemerintah Aceh mulai giat membuka jalan di kawasan tersebut, yang membelah Gunung Salak.
Jalan tersebut menjadi rute yang lebih dekat menghubungkan Aceh Utara dan Aceh Tengah. Tujuan utama pembangunan jalan tersebut sebenarnya adalah untuk memudahkan para petani, terutama petani kopi di wilayah Gayo mengakses pelabuhan yang berada di Kabupaten Aceh Utara.
“Kawasan ini memiliki jejak konflik, misalnya kawasan Pinto Angen di kilometer 27. Berdasarkan cerita petani dan buruh angkut kayu di lokasi tersebut masih sering ditemukan tulang belulang manusia,” ujar Hasanuddin, Geuchik (Kepala Desa) Gampong Seumirah, Nisam Antara, Aceh Utara, kepada VIVA, Senin, 19 Februari 2018.
Selain itu, juga ada kawasan Alue Ie Leupie di kilometer 28 yang juga kerap ditemukan mayat saat masih konflik. Kini, kawasan-kawasan yang sempat dinilai angker tersebut berubah menjadi destinasi wisata baru yang menyajikan pemandangan alam indah. (one)