Anemia Bisa Sebabkan Disabilitas pada Anak dan Remaja

Ilustrasi anak
Sumber :
  • Pixabay

VIVA.co.id – Anemia atau berkurangnya jumlah sel darah merah atau kandungan hemoglobin di dalam darah masih banyak diderita warga dunia. Bahkan, penyakit ini masih menjadi masalah besar bagi kesehatan masyarakat global dengan jumlah penderita yang mencapai hingga 2,3 miliar.

Diperkirakan 50 persennya, disebabkan oleh Anemia Defisiensi Besi (ADB). Asia Tenggara dan Afrika terus tercatat memiliki prevalensi anemia tertinggi, terhitung 85 persen dari para penderita anemia adalah para wanita dan anak-anak.

Situasi ini kemudian mendorong para ahli kesehatan internasional terkemuka di bidang zat besi dan darah, bersama dengan para praktisi medis, untuk berkumpul dalam acara Anemia Convention 2017– simposium ilmiah pertama mengenai anemia yang dipelopori oleh Merck, perusahaan kesehatan global.

Konvensi yang diselenggarakan beberapa waktu lalu pada bulan Juli di The Peninsula Hotel, Makati, Manila, dihadiri oleh lebih dari seratus peserta dari Indonesia, India, Malaysia, Sri Lanka, Vietnam, Singapura dan Filipina, termasuk para ahli terkemuka dari Kanada, Austria, Jerman, dan Australia yang turut hadir untuk membahas anemia terutama setelah penyakit ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang paling meresahkan di Asia.

Faktanya, The Health World Assembly telah menerapkan sebuah rencana implementasi yang komprehensif untuk mencapai enam target nutrisi global dengan satu tujuan spesifik, yakni untuk mengurangi 50 persen tingkat anemia pada wanita usia subur pada tahun 2025.

Prof. Zulfiqar Ahmed Bhutta, Ketua Kesehatan Anak Global (Global Child Health) dari Hospital for Sick Children, Toronto serta Direktur Pendiri Pusat Keunggulan Kesehatan Perempuan dan Anak di Universitas Aga Khan yang juga seorang pembicara dalam Anemia Convention, menekankan statistik yang mengejutkan tentang anemia dan prevalensinya di Asia.

"Ketika Anda melihat peta pola distribusi anemia pada bayi dan anak-anak dari perkiraan terbaru yang kami miliki, cukup terlihat jelas bahwa sebagian besar wilayah di dunia yang terkena dampak Anemia adalah tempat tinggal kita sendiri – Asia Selatan, Asia Tengah Selatan, Asia Tenggara, dan Afrika," jelas Prof. Bhutta lewat rilis yang diterima VIVA.co.id.

"Secara numerik, jika Anda melihat data wanita usia subur antara 15 dan 49 tahun, angkanya sedikit lebih dramatis. Di Asia Tenggara, ada 202 juta wanita yang terkena anemia sedangkan di Pasifik Barat, ada sekitar 100 juta jiwa. 41,8 persen ibu hamil dan kurang lebih 600 juta anak sekolah dasar dan anak usia sekolah di seluruh dunia adalah penderita anemia, di mana hampir 60 persen kasus ibu hamil dan sekitar 50 persen dari kasus anak-anak disebabkan oleh kurangnya zat besi," lanjutnya.

Tantangan Besar

Anemia Convention menyatakan bahwa baik defisiensi zat besi (DB) maupun anemia defisiensi besi (ADB) merupakan tantangan besar di Asia. "Efek jangka panjang dari kekurangan zat besi dengan atau tanpa anemia pada anak-anak dapat mengganggu pertumbuhan & perkembangan, kekebalan tubuh serta perkembangan otak dimana fungsi kognitif menurun sesuai dengan derajat anemia.

Semua ini tentunya tergantung dari tingkat anemia yang dideritanya. Anemia dapat disembuhkan, tetapi dampaknya tidak dapat dirubah lagi," tegas Dr. Murti Andriastuti Sp.A(K), salah satu pembicara konvensi dan Ketua Satuan Tugas Anemia Defisiensi Besi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

“Saya pikir masalah ini sangat relevan karena negara-negara di Asia berhadapan dengan masalah Anemia, tetapi  belum dijadikan prioritas. Sepertinya para dokter lebih berkonsentrasi pada penyakit menular dan degeneratif lainnya. Oleh karena itu, sangat penting untuk  mengingatkan secara konsisten bahwa anemia adalah masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius." Dr. Yoska Yasahardja, Medical Manager di Merck Group Indonesia.

Apabila Anemia defisiensi besi tidak diobati, maka dapat mempengaruhi kualitas dan harapan hidup secara signifikan. ADB telah bertahun-tahun menjadi penyebab utama disabilitas pada anak-anak dan remaja. ADB juga dapat menyebabkan penurunan kinerja, gangguan fungsi kognitif, dan kelelahan jangka panjang. (ren)