Efek Talasemia pada Pertumbuhan Anak

Ilustrasi anak.
Sumber :
  • Pixabay/ Skitterphoto

VIVA.co.id – Talasemia merupakan penyakit genetik yang banyak menyerang anak di Indonesia. Penyakit ini disebabkan adanya kelainan pada eritrosit sel darah merah bawaan atau genetik.

Kepala Divisi Hemato-Onkologi Anak Rs Cipto Mangunkusumo, Dr. dr. Pustika Amalia, SpA(K) menjelaskan, pada talasemia sel darah merah hancur sehingga menyebabkan anemia. Karena itu, kondisi anak menjadi pucat. Anemia kronik pun menyebabkan anak memerlukan transfusi darah terus menerus.

"Kalau tidak transfusi, sel darah merah terus produksi sehingga absorbsi zat besi menjadi naik. Ini akan menyebabkan penumpukan besi atau disebut dengan iron overload," jelas Lia kepada VIVA.co.id.

Kondisi pun bisa menyebabkan komplikasi pada anak talasemia. Komplikasi ini, kata Lia, biasanya terjadi pada dekade akhir, atau awal dekade kedua talasemia.

Masalah yang terjadi bila terjadi komplikasi adalah organ bisa tertumpuk oleh besi. Pada anak 17 tahun, tanda klinisnya bisa berupa tidak ada pertumbuhan seks sekunder seperti tidak tumbuh payudara. Kemudian, hati dan limpa juga membesar.

“Terjadi hiperpigmentasi kulit, warnanya jadi lebih hitam. Tulang juga ada osteoporosis sehingga mudah patah," kata Lia.

Itulah sebabnya thalasemia membutuhkan transfusi reguler. Dari pemberian transfusi yang dilakukan tahun 1977, ujar Lia, saat thalasemia sudah mulai banyak, transfusi bisa menambah umur mereka rata-rata 5 tahun.

Pada transfusi yang dilakukan rutin, anak talasemia bisa mencapai usia 20 tahun. Dan, transfusi yang adekuat bisa membuat anak mencapai dekade 3-4 kehidupan. (ase)