Rahasia Akur dengan Anak? Solusi Jitu Atasi Bentrok Generasi di Rumah

Keluarga Kecil
Sumber :
  • Freepik.com

VIVA – Banyak orang tua yang merasa kesulitan untuk memahami anak-anak mereka di era digital. Sebuah survei terbaru di Amerika Serikat mengungkapkan, 69% orang tua merasa bahwa menjadi remaja saat ini jauh lebih sulit dibandingkan 20 tahun lalu.

Sementara itu, hanya 44% remaja yang setuju dengan pendapat tersebut. Lantas, apa penyebab perbedaan pandangan ini? Dan bagaimana cara orang tua dan anak bisa lebih akur di tengah perbedaan generasi? Berikut penjelasan nya, data ini berdasarkan riset dari PewResearch.org

Mengapa Orang Tua dan Anak Berbentrok?

Bentrok antara generasi bukanlah hal baru. Namun, di era digital, tantangannya semakin kompleks. Berikut beberapa alasan utama:

1. Teknologi dan Media Sosial

Orang tua kerap menyalahkan teknologi, khususnya media sosial, sebagai penyebab utama sulitnya menjadi remaja di era ini. Menurut survei, 65% orang tua percaya teknologi membuat hidup remaja lebih sulit, termasuk tekanan dari media sosial untuk tampil sempurna.

“Media sosial adalah momok bagi remaja. Mereka terus dibombardir dengan konten yang membuat mereka merasa tidak cukup baik,” ujar seorang ayah berusia 40-an  dikutip dilaman Pew research

Di sisi lain, 39% remaja juga menyebut teknologi sebagai tantangan. Namun, mereka lebih menekankan tekanan untuk “berpura-pura” di media sosial agar diterima oleh teman-temannya. Mereka merasa bahwa eksistensi di dunia digital adalah syarat untuk diterima secara sosial, meskipun sering kali hal ini berujung pada perasaan cemas dan stres.

2. Tekanan dan Ekspektasi

Baik orang tua maupun remaja sepakat bahwa tekanan untuk berprestasi semakin tinggi. Sebanyak 31% remaja mengeluhkan ekspektasi orang dewasa yang terlalu tinggi, seperti harus unggul di akademik, olahraga, dan kegiatan sosial sekaligus.

“Kami harus dapat nilai bagus, ikut ekstrakurikuler, punya kehidupan sosial, dan bekerja paruh waktu – semuanya dalam waktu bersamaan,” keluh seorang remaja laki-laki.

Sebaliknya, hanya 16% orang tua yang menyebut tekanan sebagai faktor utama, karena mereka cenderung fokus pada perubahan dunia yang dianggap lebih buruk. Bagi generasi orang tua, harapan akan kesuksesan anak sering kali tak sejalan dengan kemampuan atau kebutuhan emosional anak. Hal ini dapat menciptakan celah komunikasi yang lebih besar.

3. Perbedaan Cara Pandang terhadap Dunia

Generasi orang tua melihat dunia saat ini lebih penuh tantangan, seperti meningkatnya kekerasan, penyalahgunaan obat, hingga perubahan nilai moral. Mereka kerap merasa bahwa nilai-nilai tradisional yang mereka yakini mulai tergeser oleh budaya modern yang serba instan. Sementara itu, remaja lebih merasakan dampak langsung dari lingkungan sosial dan teknologi, yang mereka anggap sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.

Bagaimana Cara Meningkatkan Keharmonisan di Rumah?

Meskipun tantangan ini nyata, ada banyak cara untuk membangun hubungan yang lebih baik antara orang tua dan anak di era digital. Pendekatan yang tepat dapat menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis dan mendukung perkembangan anak.

1. Pahami Dunia Anak Anda

Orang tua perlu memahami bahwa teknologi bukan sekadar hiburan bagi anak, melainkan bagian dari kehidupan mereka. Media sosial, gim online, dan konten digital adalah ruang di mana anak-anak bersosialisasi dan belajar.

Mulailah berdiskusi tentang pengalaman anak di media sosial tanpa menghakimi, sehingga mereka merasa nyaman untuk berbagi cerita. Dengan menunjukkan rasa ingin tahu yang tulus, orang tua bisa mendapatkan perspektif baru tentang kehidupan anak.

2. Bangun Komunikasi yang Seimbang

Ciptakan ruang untuk berdialog dengan anak. Dengarkan apa yang mereka rasakan tanpa langsung memberikan solusi atau menyalahkan.

Komunikasi yang terbuka dapat memperkuat ikatan emosional antara orang tua dan anak. Misalnya, tanyakan tentang hari mereka dengan cara yang spesifik, seperti “Apa hal terbaik yang terjadi hari ini?” atau “Apa yang membuat kamu tersenyum hari ini?”

3. Tetapkan Batasan yang Realistis

Meskipun teknologi penting, menetapkan batasan waktu layar (screen time) bisa membantu anak memiliki keseimbangan dalam hidup. Libatkan anak dalam menentukan aturan ini agar mereka merasa dihargai.

Jelaskan alasan di balik aturan tersebut, seperti pentingnya tidur yang cukup atau mengurangi risiko kecanduan teknologi. Dengan melibatkan anak, mereka cenderung lebih patuh dan memahami manfaat dari aturan tersebut.

4. Ajarkan Nilai-Nilai Penting

Orang tua harus menjadi teladan dalam menanamkan nilai-nilai seperti empati, tanggung jawab, dan kesopanan. Anak akan lebih mudah menerapkannya jika melihat contoh nyata di rumah.

Misalnya, tunjukkan empati dengan mendengarkan tanpa menghakimi atau ajarkan tanggung jawab melalui kegiatan sederhana seperti berbagi tugas rumah tangga. Dengan memberikan contoh yang konsisten, anak-anak akan belajar pentingnya nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka.

5. Manfaatkan Teknologi untuk Kebaikan

Alih-alih memandang teknologi sebagai ancaman, gunakan teknologi untuk mendekatkan hubungan keluarga. Misalnya, bermain gim bersama atau menonton film keluarga yang mendidik.

Ada banyak aplikasi edukatif dan kreatif yang bisa digunakan untuk kegiatan bersama, seperti aplikasi memasak atau eksplorasi seni. Dengan cara ini, teknologi menjadi alat yang mempererat hubungan, bukan pemisah.

Perbedaan pandangan antara orang tua dan anak di era digital memang nyata, namun bukan berarti tak ada solusi. Dengan saling memahami dan berkomunikasi secara efektif, hubungan antara generasi bisa lebih harmonis.

Orang tua perlu beradaptasi dengan perkembangan zaman, sementara anak-anak juga harus menghargai nilai-nilai yang diajarkan orang tua. Ingat, keharmonisan keluarga dimulai dari niat untuk saling mendengarkan dan menerima perbedaan. Langkah kecil seperti dialog terbuka, pengertian mendalam, dan kerja sama dalam menetapkan aturan dapat menciptakan rumah yang penuh kasih sayang dan dukungan.