PPATK Ungkap Fakta Kasus Prostitusi Anak, Angka Transaksi Hampir Rp5 Miliar
- dok. pixabay
JAKARTA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap data terkait dengan kasus pornografi pada anak. Diungkap Ketua PPATK transaksi pornografi yang nilai transaksinya mencapai Rp4,9 miliar.
"PPATK dalam dua tahun terakhir sudah sampaikan hasil analisis kepada teman-teman kepolisian. Ada empat hasil analisis itu terkait dengan pornografi, angka transaksi Rp4,9 miliar jadi hampir Rp5 miliar perputaran transaksi. Jadi keliatannya sedikit, tapi kalau diliat size luar biasa besar," kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana saat ditemui awak media di kantor pusat KPAI di Gondangdia Jakarta Pusat, Jumat 26 Juli 2024.
Lebih lanjut diungkap oleh Ivan kecenderungan penggunaan transaksi hasil jual-beli eksploitasi dan pornografi anak/ Children Seksual Abuse Material menggunakan penyedia jasa keuangan melalui uang digital seperti melalui e-wallet, hingga aset kripto.
Di sisi lain, Ivan juga menjelaskan bahwa berdasarkan data itu pihaknya kembali melakukan analisis terkait prostitusi anak. Dari analisis tersebut PPATK menemukan ada 24 ribu lebih anak usia 10-18 tahun yang menjadi korban dengan nilai transaksi mencapai lebih dari Rp127 miliar.
"Untuk itu, PPATK menemukan dugaan transaksi terkait prostitusi anak itu yang melibat 24.049 anak usia 10-18 tahun nilai transaksinya patut diduga kuat terkait dengan prostitusi. Ada pornografi juga. Transaksi 24 ribu tadi ada angkanya mencapai Rp127 miliar sekian. Ini sesuatu yang perlu ditangani bersama dan memang berat sekali jika tidak disupport sama-sama," kata dia.
Di lain sisi, Ketua KPAI, Ai Maryati menjelaskan bahwa sejak tahun 2021-2023 jumlah pengaduan anak korban pornografi dan kejahatan siber ke KPAI mencapai 481 kasus. Sedangkan anak korban eksploitasi serta perdagangan anak berjumlah 431 kasus.
Dari seluruh kasus tersebut mayoritas terjadi karena menyalahgunakan media teknologi dan informasi, serta akibat dari dampak buruk internet dan penggunaan gadget yang tidak sesuai dengan fase tumbuh kembang anak.
Ai Maryati menjelaskan, catatan KPAI data yang paling tinggi dari dua situasi anak tersebut adalah mereka yang menjadi korban eksploitasi ekonomi dan/ seksual serta anak sebagai korban kejahatan pornografi dari dunia maya. Mereka banyak teradukan menjadi korban prostitusi online, eksploitasi ekonomi, serta anak korban pornografi atau CSAM (Children Seksual Abuse Material).
Beberapa permasalahan yang menimpa anak-anak Indonesia dalam pengaduan ke KPAI di antaranya terjadi dikarenakan adanya sejumlah fenomena tindak pidana TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) yang menyasar anak melalui online dengan bentuk eksploitasi seksual dan ekonomi serta pornografi dan cyber crime lainnya.
Kedua, adanya jual beli konten pornografi anak/ CSAM yang dikendalikan orang dewasa serta melibatkan anak melalui pembayaran uang digital dan perbankan. Ketiga, adanya sejumlah kasus yang sulit diselesaikan akibat rumitnya dugaan eksploitasi anak menggunakan tindak pencucian uang dan masih minimnya perspektif follow the money dalam tindak kejahatan.
Keempat, adanya kecenderungan penggunaan transaksi hasil jual beli eksploitasi dan pornografi anak/ CSAM menggunakan penyedia jasa keuangan menggunakan uang digital yang memudahkan tipu daya menggunakan anak seperti melalui e-wallet, e-money, uang digital, cripto,
"Kelima adanya kecenderungan tindakan jual beli konten pornografi/ CSAM dan eksploitasi online menggunakan jasa perbankan dengan mata uang Rupiah, USD dan Euro, dan lain-lain," kata dia.