Hari Peringatan Anak Sedunia, Komnas PA Ingatkan Bahaya BPA untuk Anak-anak

Ilustrasi galon.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA Parenting – Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait kembali mendesak pemerintah agar segera mengesahkan PerkaBPOM No 31 Tahun 2018 tentang label pangan olahan. Ia ingin galon guna ulang berbahan polycarbonat dengan kode daur ulang 7 yang mengandung Bisphenol A (BPA) segera diberi label, karena masalah kesehatan tidak dapat ditunda. 

"Kita tidak ingin kasus BPA menjadi bom waktu di kemudian hari. Seperti kasus Etilen Glikol tiba-tiba menelan banyak korban anak meninggal gara-gara gangguan ginjal akut," tutur Arist Merdeka Sirait dalam paparannya pada 'Peringatan Hari Hak Asasi Manusia dan Hari Anak Internasional untuk Kesehatan yang Lebih Baik' pekan lalu. Scroll untuk simak artikel selengkapnya.

Lebih jauh, Arist mengatakan di hadapan wartawan dan sekitar 30 ibu-ibu dari berbagai elemen bahwa Bisphenol A dapat menimbulkan berbagai macam penyakit apalagi bagi bayi, balita dan janin

"Kita tahu Bisphenol A sangat berbahaya bagi kesehatan. Apalagi bagi bayi, balita dan janin yang belum memiliki sistem imun yang sempurna,” ujar Arist. 

Menurut dia pemberian label itu tidak akan berpengaruh kepada pengusaha air minum kecil. Sebab hanya industri besar AMDK Galon guna ulang saja yang akan diberi label. Untuk depot - depot air minum tidak diberlakukan. Ini ketentuan dari BPOM

Menurut Arist akumulasi senyawa BPA yang terdapat pada tubuh dari galon guna ulang berbahan polycarbonat dapat menimbulkan dampak kesehatan seperti kanker, prostat, autisme, radang otak dan gangguan perilaku pada janin, balita dan bayi. 

Ketua PDUI (Persatuan Dokter Umum Indonesia) Dr Catherine Tjahjadi, mengtakan, Bisphenol A dapat memicu berbagai macam penyakit yang berbahaya. 

"Kita sudah sampaikan berkali-kali dalam forum seminar - seminar tentang bahaya BPA. Hasil penelitian BPA dapat memicu kanker, kelahiran janin prematur, prostat, bahkan autisme. Kita tentu tidak ingin BPA dapat berakibat seperti Etilen Glikol pada obat berbentuk Sirup, " kata dr Catherine Tjahjadi. 

Masih menurutnya, jika mengonsumsi makanan atau minuman dari kemasan yang mengandung BPA jika hanya sekali saja, mungkin tidak berpengaruh. 

"Akan tetapi jika terus menerus mengonsumsi dari wadah yang mengandung BPA akan berbahaya. Itu sebabnya sebaiknya hindari wadah yang mengandung BPA. Saatnya Free BPA,” kata dr Catherine Tjahjadi. 

Sementara menurut Cornelia Agatha, Ketua Komnas PA DKI Jakarta sangat mendukung langkah Arist Merdeka agar pemerintah segera mengesahkan PerkaBPOM No 31 Tahun 2018. 

"Persoalan kesehatan anak yang paling cepat dirasakan dan paling banyak korbannya selalu di Jakarta. Kita tidak ingin segala sesuatu yang bisa dicegah sebaiknya dicegah,” tutur Cornelia Agatha. 

Sementara Arzeti Bilbina S.E. M.A.P anggota Komisi IX Fraksi PKB menyebut, selaku mitra kerja BPOM mendukung sepenuhnya langkah BPOM yang telah sigap mengatasi persoalan peredaran obat dan makanan. 

"Pada saat kasus Etilen Glikol mencuat, BPOM dengan sigap dan tepat mengatasi masalah tersebu. Kita tentu ingin kasus BPA tidak harus menunggu seperti Etilen Glikol. Kita harus mendukung BPOM sebagai regulator. Keputusan untuk mengubah PerkaBPOM No 31 tahun 2018 pasti pertimbangan utama kesehatan,” kata Arzeti Bilbina. 

Direktur PAUD Institute, Lia Latifa yang selalu berkecimpung dengan anak - anak, mengatakan anak - anak sangat rentan terpapar BPA, kepungan BPA dari segala penjuru, peran orangtua sangat dibutuhkan.