Kolom Prof Tjandra: Bagaimana Lindungi Kesehatan Anak yang Terlanjur Minum Obat Tercemar

Prof Tjandra Yoga Aditama
Sumber :
  • Dokumentasi Prof Tjandra

VIVA Parenting – Kita merasa sedih dengan wafatnya 194 anak karena gagal ginjal akut, dan 324 anak yang jatuh sakit, sesuai data sampai 5 November 2022. Berbagai penjelasan menghubungkan kejadian tragis ini dengan konsumsi obat yang diminum anak-anak, walaupun sebenarnya itu adalah obat resmi yang beredar.

Pada 7 November 2022 maka BPOM Cabut Izin Edar 69 Sirup Obat. Disebutkan bahwa "Dalam kegiatan produksinya, ketiga industri farmasi itu menggunakan bahan baku pelarut propilen glikol. Sementara produk jadinya, mengandung cemaran etilen glikol yang melebihi batas aman,". Pengumuman ini membawa dua implikasi.

Konferensi pers BPOM terkait obat sirup yang mengandung EG dan DEG

Photo :
  • VIVA/Yandi Deslatama (Serang)

Pertama, jadi dalam beberapa bulan belakangan sudah ada anak-anak Indonesia yang ini mengkonsumsi 69 obat yang sekarang di cabut izin edarnya oleh BPOM, tercemar dengan kadar etilen glikol (EG) dan/atau di etilen glikol (DEG) nya tinggi. Artinya, anak-anak sudah meminum obat yang mengandung cemaran melebihi batas aman, tentu ada potensi dampak bahayanya, dan tidak bisa kita diamkan begitu saja nasib mereka.

Kita tahu bahwa sudah tercatat ada 324 anak yang sakit dan 194 orang yang meninggal. Yang harus dicari sekarang adalah berapa banyak sebenarnya anak-anak Indonesia yang pada kenyataanya sudah mengkonsumsi 69 obat yang tidak aman itu. Karena anak-anak itu sudah mengkonsumsi obat tidak aman maka kita perlu tahu persis apakah ada dampak negatif pada kesehatan mereka, utamanya di luar yang 324 yang sudah tercatat itu.

Ini obatnya ada 69 macam, dan tentunya sudah tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dan entah berapa ratus atau mungkin ribu anak yang sudah meminumnya, katakanlah sepanjang tahun 2022 ini saja. Sebaiknya memang semua anak-anak peminum 69 obat ini dicari satu persatu, diidentifikasi dan diperiksa kesehatannya. Memang tentu tidak mudah mencari siapa saja dan berapa banyak anak-anak yang sudah meminum obat ini tapi tidak sakit, tetapi setidaknya data peredaran 69 obat sirup itu dapat jadi acuan untuk kemudian dilakukan upaya maksimal untuk mengidentifikasi anak-anak ini.

Kita tentu ingin menjaga kesehatan anak-anak yang ternyata sudah terlanjur meminum 69 obat dengan cemaran yang punya potensi "berbahaya" itu, walaupun sekarang mereka tidak tercatat sebagai gagal ginjal, tapi perlu di ketahui apakah ada dampak lain pada mereka, baik jangka pendek atau barangkali saja jangka panjang, kalau ada.

Yang paling baik sekarang ini adalah kalau pada semua anak yang mengkonsumsi obat yang melebihi ambang batas ini kemudian semua difasilitasi untuk dapat diperiksa kesehatannya, demi kesehatan anak-anak bangsa kita. Karena 69 obat ini sudah diumumkan ke publik maka dapat juga dihimbau para orang tua yang anaknya mengkonsumsi obat-obat inu agar membawa anaknya untuk diperiksa di fasilitas kesehatan, tentu dengan fasilitasi kemudahan pelayanannya.

Implikasi ke dua lain dari pengumuman 69 obat melebihi ambang batas  untuk EG dan atau DEG ini adalah tentunya obat ini tidak hanya di minum oleh 324 orang yang kini dilaporkan jatuh sakit. Kalau ada ratusan lagi (apalagi kalau ribuan atau lebih banyak lagi) anak yang juga meminum obat ini dan kemudian ternyata baik-baik saja maka tentu harus di analisa mendalam. Harus dapat dijelaskan kenapa banyak (atau mungkin lebih banyak) anak-anak yang minum obat yang sama tetapi tidak sakit, apakah memang karena faktor daya tahan anak yang berbeda atau jangan-jangan ada faktor penyebab lain yang perlu di cari mendalam.

Semoga semua anak-anak Indonesia yang sudah terlanjur meminum 69 obat yang tercemar itu dapat dilindungi oleh bangsa, dan semoga analisa ilmiah dapat segera menjawab kenapa terjadi tragedi hampir 200 anak Indonesia meninggal dalam beberapa bulan terakhir ini dengan gagal ginjal akut.

Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI / Guru Besar FKUI
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes