Perhatikan Moms, Bahaya Ini Intai Anak yang Sering Sulit Makan
- pegipegi
VIVA Lifestyle – Di Indonesia, stunting masih menjadi perhatian karena berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Stunting sendiri rentan mengintai bayi yang lahir dengan kondisi tertentu, namun pemicunya pun cukup beragam, termasuk ketika anak terpantau sulit makan dalam jangka panjang.
Indonesia menargetkan penurunan angka prevalensi stunting menjadi 14% di tahun 2024. Stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak balita dipicu oleh banyak hal, salah satunya adalah kurangnya kecukupan gizi anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Dokter Anak Konsultan Neonatologi, Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp. A(K) menuturkan bahwa intervensi gizi terhadap anak yang memiliki risiko stunting, seperti bayi prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) menjadi penting dilakukan. Meski begitu, bayi yang lahir cukup bulan maupun lahir ideal dengan berat minimal 2.500 gram, bisa berisiko stunting jika nutrisinya tak mencukupi di 1000 HPK.
"Misalnya, anak bagus (sehat) dalam kandungan, bagus waktu lahir, pernah bagus waktu beberapa bulan pertama kelahiran, tapi semakin lama karena penyakit ataupun karena dia beneran tidak makan, tidak diperhatikan, lama-lama turun (grafik pertumbuhannya)," kata Prof Rina dalam acara virtual bersama Fresenius Kabi, baru-baru ini.
Prof Rina menjelaskan bahwa pertumbuhan anak patut dipantau orangtua agar selalu terpenuhi sesuai grafik ideal di dua tahun pertama kehidupannya. Grafik tersebut dapat dipantau dengan rutin memeriksa si kecil di puskesmas serta melalui buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Pada dasarnya, stunting tak memiliki gejala dini yang dapat dilihat dengan kasat mata sehingga anak tetap nampak lincah, walau mungkin sebenarnya perkembangan si kecil tak sesuai grafik idealnya. Saat anak sudah menampakkan tanda seperti pendek, kurus, serta kurang tanggap di bawah usia idealnya, maka sudah terlambat mendeteksi stunting.
"Jadi di sini harus ada yang namanya pendek karena kekurangan nutrisi jangka panjang. Enggak ada yang pendek tiba-tiba. Kalau dari lahir sudah pendek itu memang bakat bawaan, bukan stunting," ujarnya
Patut juga diwaspadai apabila dalam perkembangannya, anak terlihat sulit mengonsumsi nutrisi yang seimbang. Ketika si kecil lebih sering makan camilan dan sulit mengonsumsi nutrisi penting dari lauk dan sayur, maka bisa memicu kekurangan gizi jangka panjang.
"Mula-mula penurunan berat badan lama-lama penurunan tinggi, lama-lama stunting. Jadi stunting ini sebetulnya proses yang lama, minimal enam bulan sampai setahun. Itu kenapa anak harus diukur secara rutin," ujarnya.
Dijelaskan Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Erna Mulati, M.Sc, CMFM bahwa buku KIA dapat menjadi standard pemantauan tumbuh kembang anak yang seharusnya didukung oleh seluruh anggota keluarga. Dokter Erna berharap agar keluarga bisa saling membantu sejak anak remaja agar nutrisinya terpenuhi sehingga bisa hamil dan melahirkan bayi yang sehat kelak.
"Buku revisi sudah begitu lengkap melihat beberapa faktor risiko yang kemungkinan terjadi pada ibu hamil dan anak-anak, serta terkait dengan pencatatan termasuk untuk pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut," kata dokter Erna dalam kesempatan yang sama.