Cegah Speech Delay pada Anak, Orangtua Wajib Waspada 3 Hal Ini

Ilustrasi ibu dan anak atau parenting.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Kasus speech delay atau terlambat bicara di era pandemi, tidak dipungkiri cukup meningkat. Hal itu disebabkan pemakaian gawai yang berlebihan, sehingga interaksi dan aktivitas sosial anak berkurang. 

Dokter Spesialis Anak, dr Ajeng Indriastari, memaparkan ciri anak yang mengalami speech delay. Anak-anak ini biasanya jarang mengeluarkan dan merespons suara, tidak mengerti gestur orang sekitar dan tidak memiliki kemampuan konsonan sesuai usia. 

Sayangnya, orangtua baru menyadari itu saat usia anak masuk 18-24 bulan, yaitu ketika anak tidak menyahut saat dipanggil orangtua. Sementara pada umumnya, anak usia 2 tahun sudah menguasai 50 kosa kata.

“Bahasa ini kan menjadi trending karena fenomena telat bicara lagi tinggi. Kalau kita tahu dari awal, kita akan cari tahu penyebabnya apa. Kalau tahu penyebabnya apa, solusinya berdasarkan si penyebab," ungkap dr Ajeng dalam Simposium Nasional bertajuk ‘Membaca Fenomena Speech Delay: Pendekatan Multi Pihak’ yang digelar Yayasan Akses Sehat bersama Generos, baru-baru ini. 

Ilustrasi anak.

Photo :
  • Dok. Istimewa

Ajeng menjelaskan, speech delay terbagi menjadi fungsional dan non fungsional. Sebagian besar anak dengan speech delay, saat ini masuk dalam kategori fungsional, artinya kurang stimulasi dan pola asuh yang salah. Sementara non fungsional adalah anak-anak yang memiliki gangguan bahasa reseptif, seperti autism ataupun Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).

"Yang jadi problem anak speech delay ini, banyak dari mereka nggak punya kelainan loh. Fungsi pendengarannya bagus, tidak ada kelainan organ oromotor, masalah bibir sumbing nggak ada. Terus yang salah di mana? Ternyata pola pengasuhan," ujar dokter yang juga membuka praktik di Bekasi itu.

Ia menyebutkan, ada tiga langkah kewaspadaan yang harus diperhatikan ibu atau orangtua. Apa saja? 

Ilustrasi anak/menonton tv.

Photo :
  • Pixabay/mojzagrebinfo

Billingual
Ini bukan berarti ayah berasal dari Eropa dan ibu dari Indonesia, sehingga bahasa maupun culture yang digunakan bercampur. Tetapi lebih kepada tontonan dari gadget, dengan bahasa dan kata beragam, sehingga menyebabkan kebingungan pada anak.

Gawai
Anjuran dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merujuk pada American Academy of Pediatrics (AAP), idealnya anak berusia di bawah 2 tahun tidak boleh diperkenalkan dengan gadget sama sekali. Hanya boleh video call, itu pun karena kondisi pandemi yang tidak bisa ke mana-mana.

"Kita harus bersikap di sini bagaimana bijak menggunakan gawai. Bukan berarti dikasih begitu saja lalu ditinggal. Tapi ada pendampingan di situ dan interaksi. Karena ibarat pedang bermata dua ya, sesuatu itu bisa bermanfaat tergantung si pemakai," papar dr Ajeng.

"Di era serba digitalisasi sekarang ini, kita memang tidak bisa 100 persen anti gadget dan kita tidak bisa melawan zaman. Tetapi jangan sampai menjadikan gadget ini sebagai electronic baby sitting, gadget diberi pada anak begitu saja lalu anak tidak diajak ngobrol," sambung dia. 

Ilustrasi ibu dan anak/parenting/bayi.

Photo :
  • Freepik/gpointstudio

Alarm
Alarm ini maksudnya deteksi dini, karena seringkali speech delay itu datang terlambat. Padahal dari umur 9 bulan sudah bisa dilihat tanda-tandanya, seperti belum bisa berbicara mama-papa atau ketika diajak main cilukba, orangtua sudah heboh tapi anaknya cuek.

Perlu ada tes dan skrining juga untuk mencari tahu penyebab speech delay pada anak. Kemudian juga butuh kerja tim, artinya dari dokter, terapis, orangtua, bahkan psikolog pun harus bekerja sama. Karena banyak ibu yang stres ketika anaknya mengalami gangguan.

"Ada kasus, saya tinggal di Bekasi, Bekasi kan ibaratnya tetangga Jakarta, saya sebulan itu pasti mendapat satu pasien gizi buruk. Sudah usia 2 tahun beratnya 6,5 kilogram, jelas dong nggak bisa ngomong, jangankan ngomong, duduk sendiri aja nggak bisa. Kan nggak mungkin saya suruh terapi wicara, pasti dibenerin dulu nutrisinya. Nah, ini saya bilang kerja samanya harus dari berbagai pihak,” kata dia.

Peran berbagai pihak untuk mengatasi anak dengan speech delay, juga dipaparkan oleh Dokter Umum, dr Ramlan Zuhair Pulungan. Ia mengatakan, orangtua seringkali tidak memercayai anaknya untuk bercerita sendiri. Jadi, ketika ia bertanya pada anak, yang menjawab justru orangtuanya.

Ilustrasi ibu dan anak/parenting.

Photo :
  • Freepik/lookstudio

"Saya melihat anak-anak di tempat saya praktik dan rumah sakit saya bekerja, dia memang sulit sekali berbicara. Ketika saya tanya anak, dia selalu melihat ke orangtua atau yang jawab selalu orangtuanya. Nah, itu faktor sosial juga memengaruhi anak bisa bicara apa nggak,” kata dr Ramlan dalam kesempatan yang sama.

Ketika anak jarang diajak bertemu lingkungan luar seperti ke taman bermain atau ke rumah keluarga, maka akan berpengaruh pada penyebab speech delay. Dan jangan pernah sengaja berbicara cadel pada anak, artinya ketika anak menyebut ‘susu’ dengan ‘cucu’, maka orangtua harus tetap selalu menggunakan bahasa yang benar.