Jangan Abai, Kebiasaan Ini Picu Ibu Lahirkan Bayi Prematur
- VIVA.co.id/Andri Mardiansyah
VIVA – Kelahiran bayi prematur bisa terjadi ketika usia kehamilan belum cukup yakni sebelum mencapai 36 minggu. Rupanya, banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kelahiran bayi prematur termasuk kebiasaan ibu yang tak disadari dilakukan di kesehariannya.
Di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2019 menunjukkan bahwa 84 persen kematian pada anak yang baru lahir di Indonesia disebabkan oleh kelahiran prematur. Semakin pendek masa kehamilan, semakin besar risiko kematian dan morbiditas.
Dalam webinar Danone Specialized Nutrition Indonesia (Danone SN Indonesia) menyelenggarakan Bicara Gizi yang mengangkat tema Tantangan dan Penanganan Kesehatan bagi Ibu dan Anak Kelahiran Prematur. Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Fetomaternal Dr. dr. Rima Irwinda, Sp.OG(K) memaparkan bahwa faktor risiko yang berpotensi menyebabkan kelahiran prematur dapat dikategorikan dalam 3 karakteristik antara lain karakteristik ibu, karakteristik nutrisi, dan karakteristik kehamilan. Hal tersebut tentunya mencakup kebiasaan para ibu yang jarang disadari.
"Karakteristik ibu terkait usia, kebiasaan merokok, dan kondisi psikologis ibu. Faktor risiko berdasarkan karakteristik nutrisi terkait indeks massa tubuh, kenaikan berat badan selama kehamilan, kebiasaan makan, kebiasaan minum kopi, dan konsumsi suplementasi," ujar dokter Rima, Rabu 17 November 2021.
Sedangkan faktor risiko berdasarkan karakteristik kehamilan meliputi riwayat persalinan, riwayat memiliki anak kembar, masalah kesehatan selama kehamilan, dan riwayat pemeriksaan USG. Terlebih, ibu yang memiliki riwayat melahirkan bayi prematur lebih berisiko melahirkan bayi prematur di kehamilan selanjutnya.
"Riwayat kelahiran dapat meningkatkan risiko prematur bagi ibu yang memiliki riwayat abortus (1,9 kali lebih berisiko), riwayat persalinan prematur (3 kali lebih berisiko), dan riwayat persalinan sesar (2,9 kali lebih berisiko)," tuturnya.
Selain itu, usia ibu melahirkan kurang dari 19 atau lebih dari 35 tahun, stress maternal yang dialami ibu, dan jumlah cairan ketuban yang tidak normal juga dapat meningkatkan risiko preterm. Dokter Rima turut menjelaskan bahwa untuk menjalankan program hamil usai dengan riwayat bayi lahir prematur, para ibu dianjurkan berkonsultasi pada pakar. Dengan begitu, akan diketahui penyebabnya dan bisa diatasi sesegera mungkin sehingga mencegah bayi lahir prematur lagi.
"Misal karena obes atau defisiensi nutrisi, minimal 3 bulan untuk atasinya. Karena anemia, juga obati anemia bisa lebih cepat tergantung Hb berapa. Kalau infeksi akut atau kronia bisa diobati. Akut bisa lebih cepat kalau kronis lebih lama. Jadi bisa dicari faktor risiko dan nggak bisa disamaratakan tergantung penyebabnya apa," imbuhnya.
Lebih dalam, Dokter Rima menegaskan bahwa hal utama yang harus dilakukan adalah memberikan edukasi untuk mendukung kehamilan yang sehat. Termasuk upaya menurunkan risiko lahir prematur dengan nutrisi cukup.
"Salah satu upaya untuk menurunkan risiko kelahiran prematur dapat dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan nutrisi melalui suplementasi Omega 3, Zinc, Vitamin D3, atau multi-mikronutrien,” tambah dokter Rima.