Setiap Hari Ada 540 Bayi Terlahir dengan Kondisi Bibir Sumbing

Ilustrasi bayi.
Sumber :
  • Pexels

VIVA – Menurut data global yang dimiliki Smile Train, setiap tiga menit seorang bayi terlahir dengan kondisi bibir sumbing atau celah langit-langit. Ini adalah salah satu bentuk kelainan daerah kraniofasial (tulang kepala dan tulang wajah) yang ditandai dengan adanya celah pada bibir, gusi, dan langit-langit akibat gangguan fusi (fusion) pada masa kandungan. 

Penyebabnya kerap tidak diketahui pasti, namun fokus terpenting adalah penanganannya. Jika tidak segera ditangani, bibir sumbing dapat menyebabkan komplikasi, seperti kesulitan makan, bernapas, mendengar, berbicara, serta meningkatnya risiko malnutrisi, bahkan gangguan psikologis.  

Spesialis Bedah Plastik sekaligus Kepala UNEJ Medical Center, dr. Ulfa Elfiah, M.Kes, SpBP-RE(K), mengatakan, di dunia, setiap hari ada 540 bayi yang terlahir dengan kondisi bibir sumbing. 

"Ini adalah kondisi yang apabila tidak ditangani dapat membawa dampak berkepanjangan bagi fisik maupun psikologi anak. Bahkan di Jember, rasio angka pasien bibir sumbing mencapai 1:1.000 pada 2019," ujarnya saat media breafing 'Merdeka Senyum dengan Operasi Bibir Sumbing, yang digelar Smile Train secara virtual, Selasa, 31 Agustus 2021. 

Menurut dokter Ulfa, angka tersebut mencerminkan bahwa butuh perhatian khusus dan serius agar tercipta kemudahan akses untuk mendapatkan penanganan bibir sumbing secara komprehensif, baik dari sebelum, saat, hingga sesudah operasi.

"Masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa Timur hendaknya kini makin aware untuk berperan aktif. Apalagi Smile Train Indonesia kini sudah bermitra dengan banyak pihak untuk menyediakan operasi dan perawatan gratis, sehingga akses pun menjadi lebih luas dan terbuka," kata wanita yang juga Dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Jember itu. 

Program Director Smile Train Indonesia, Ruth Monalisa, menambahkan, kemampuan untuk tersenyum merupakan nikmat yang luar biasa. Dan anak-anak yang terlahir dengan kondisi bibir sumbing pun, berhak untuk mendapatkan senyum mereka. 

"Bibir sumbing atau celah langit-langit mulut bukanlah aib, melainkan kondisi fisik yang sangat bisa diperbaiki. Kami bertekad untuk terus membantu menciptakan senyum-senyum berharga dari anak-anak di Indonesia, juga melalui para ahli dari Indonesia," kata dia. 

Menurut Monalisa, diperlukan tindakan menyeluruh, mulai dari perbaikan gizi sebelum operasi, operasi perbaikan, observasi, pasca-operasi, serta tindakan lanjutan seperti terapi wicara dan bimbingan psikologis, untuk memastikan tumbuh kembang sang anak akan berjalan optimal. 

"Kami bersama para mitra bertujuan untuk memfasilitasi setiap anak yang hidup dalam kesenjangan, agar dapat menjalani hidup secara sehat dan produktif. Lebih jauh lagi, menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya penanganan yang komprehensif dan segera, bagi anak-anak yang terlahir dengan bibir sumbing," tutup Ruth Monalisa.