Kasus Tinggi, Ini Alasan Pentingnya Vaksin COVID-19 pada Anak
- Times of India
VIVA – Kasus COVID-19 khususnya pada anak-anak di Indonesia diketahui cukup tinggi. Menurut data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada akhir bulan Juni lalu, proporsi kasus COVID-19 pada anak secara nasional sebesar 12,5 persen.
Artinya, 1 dari 8 kasus COVID-19 di Indonesia adalah anak-anak. Dari jumlah kasus itu, sebanyak 3-5 persen di antaranya meninggal dunia, dan separuhnya adalah balita.
Laporan “Update Data Nasional dan Analisis Kasus COVID-19 pada Anak-anak” per 24 Juni 2020 yang dikeluarkan oleh Satgas Penanganan COVID-19, proporsi yang terpapar di kelompok usia anak ini cukup besar. Dari total kasus COVID-19 di Indonesia, sebanyak 12,6 persen atau sekitar 250 ribu berasal dari kelompok usia anak.
Kasus COVID-19 pada anak di Indonesia memprihatinkan, Seberapa Penting Vaksin pada Anak untuk mencegah kasus angka COVID-19 pada Anak? Proporsi terbesar berada pada kelompok usia 7-12 tahun (28,02 persen), diikuti oleh kelompok usia 16-18 tahun (25,23 persen) dan 13-15 tahun (19,92 persen).
Namun, berdasarkan persentase angka kematian, yang tertinggi justru berada pada kelompok umur 0-2 tahun (0,81 persen), diikuti oleh kelompok usia 16-18 tahun (0,22 persen) dan 3-6 tahun (0,19 persen).
Di sisi lain, sebuah studi yang dilakukan oleh Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman yang diterbitkan di Journal of Clinical Virology Plus, dengan judul "Characteristics of children with confirmed SARS-CoV-2 infection in Indonesia", mengungkap gejala umum dari COVID-19 pada anak.
Studi itu melibatkan 1.973 sampel anak-anak berusia kurang dari 18 tahun yang diteliti dari bulan Maret hingga November 2020. Dari sampel tersebut sebanyak 208 pasien positif terinfeksi COVID-19. Dari jumlah positif tersebut hanya 140 pasien yang tidak memiliki gejala atau asimptomatis atau 68 persen.
Sedangkan 32,7 persen pasien positif COVID-19 memiliki gejala, demikian seperti dikutip dari akun instagram resmi Lembaga Eijkman. Dari 32,7 persen pasien yang menunjukkan gejala, ada tiga gejala yang paling banyak dilaporkan pada pasien anak-anak. Sebanyak 57,4 persen dilaporkan batuk, 39,7 persen dilaporkan kelelahan, dan 36,8 persen yang mengalami demam.
"Hanya 15 persen anak-anak yang mempunyai gejala sesak nafas, gejala COVID-19 yang paling sering dilaporkan pada pasien dewasa," bunyi laporan tersebut.
Sedangkan pneumonia yang dikonfirmasi oleh X-Ray lebih banyak ditemukan pada kelompok usia 1-5 tahun yakni sebesar 77 persen. Dan usia 6 hingga 10 tahun sebesar 66,7 persen. Publikasi ini menunjukkan bahwa mayoritas anak-anak yang terinfeksi virus SARS-CoV-2 tidak mempunyai gejala atau hanya mempunyai gejala ringan.
Di sisi lain, dokter spesialis anak, dr. Jeshika, SpA menjelaskan beberapa gejala COVID-19 pada anak yang perlu diwaspadai oleh orang tua. Beberapa gejala yang sering disepelekan orang tua antara lain, batuk, pilek, diare hingga muntah.
"Batuk, pilek, diare, muntah, ruam di kulit itu saja yang berulang itu yang paling sering terjadi dan itu sering disepelekan oleh orang tua, dianggap biasa saja. Dengan melonjaknya kasus COVID-19 sekarang mungkin sebenarnya anak banyak yang terkena tapi karena sekarang ini lebih banyak diperiksakan saja makanya ketahuan jadi kesannya anak banyak meningkat," kata dia, dalam program Hidup Sehat Plus TvOne belum lama ini.
Di sisi lain, dokter spesialis anak, konsultan,Prof.DR.dr. Rini Sekartini, SpA (K) menjelaskan jika demam anak tidak menurun selama 2x24 jam wajib bagi orang tua untuk membawa anak ke rumah sakit
"Demam terus menerus yang ga bisa teratasi dengan obat paracetamol. kalau demam dalam satu hari bisa diukur minimal 4 jam sekali. Kemudian 2x24jam anak masih demam tinggi, asupan cairan kurang, sesak napas atau asupan nutrisi tidak masuk sama sekali, makan padat ga bisa, muntah harus segera konsultasi atau dibawa ke rumah sakit," kata dia, dalam program Hidup Sehat TvOne belum lama ini.
Lebih lanjut, orang tua juga bisa memperhatikan gejala pada anak yang memberat. Misalnya sesak nafas yang dialami oleh anak hingga diare.
"Oximeter bisa gunakan, tapi ga punya gejala diperhatikan memberat. Diare juga bisa diare makin sering disertai muntah harus ditangani ke rumah sakit. Saat ke rumah sakit sampaikan bahwa konfirmasi positif sehingga rumah sakit tau," kata Rini. Di sisi lain, penting juga bagi orang tua tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat di rumah.
"Kalau mengikuti peraturan, ortu prokkes ketat seperti merawat pasien COVID-19 di rumah sakit. Menggunakan hazmat rasanya tidak mungkin jadi paling tidak gunakan masker, face shield, sarung tangan tapi jangan lupa dengan sarung tangan bisa langsung dibuang lalu cuci tangan. Beberapa kasus yang saya temui finally ibunya juga positif, jadi ibu harus meningkatkan imun," tutur Rini.
Rini kemudian memaparkan beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua ketika anak sudah terkonfirmasi positif. Pertama adalah memastikan asupan nutrisi anak terpenuhi.
"Kita boleh memberikan, pertama asupan nutrisi, kebutuhan tidur harus diperhatikan karena infeksi virus itu yang harus dibangun adalah daya tahan tubuh dengan makan yang benar dan istirahat cukup," kata Rini.
Rini juga menyebut bahwa, pemberian suplementasi boleh diberikan seperti vitamin c, d, dan zinc secukupnya. Namun jika selama proses isolasi mandiri anak kesulitan untuk makan, Rini memberikan siasat yang bisa dilakukan oleh orang tua jika anak jadi sulit makan ketika terpapar COVID-19. Ini penting dilakukan mengingat, makanan yang sehat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan imunitas tubuh dalam melawan virus COVID-19.
"Anak pasti makan kurang baik frekuensi maupun jumlahnya. Yang bisa disiasati bisa tanyakan mau makan apa, walaupun mau ditanya mau makan apa pasti porsinya harus terpenuhi,," kata dia.
Rini menjelaskan, pada prinsipnya porsi dikurangi tapi asupan dalam satu hari harus dipenuhi. Jadi orang tua bisa mengganti dalam porsi kecil namun dalam frekuensi yang sering.
Pentingnya melakukan swab PCR pada anak
Dokter spesialis anak, dr. Jeshika, SpA dalam program Hidup Sehat Plus TvOne menjelaskan menjelaskan bahwa jika sudah mengalami beberapa gejala dan terlebih sempat berkontak langsung dengan orang terkonfirmasi positif COVID-19. Maka wajib bagi orang tua untuk melakukan swab test.
“Tidak semua sakit anak yang batuk pilek diare ataupun hanya demam dibilang COVID-19, tapi kalau dia sudah sampai anak tidak mau makan, makin lemas, terus biasanya COVID-19 anak rasakan sesak, batuk pilek itu harus periksakan dari situ kalau ada kriteria dia bermasalah di pernafasan harus diswab," tutur dia.
Pentingnya swab pada anak diungkapkan oleh dokter spesialis anak, dr, Citra Cesilia, Sp.A untuk mengetahui status infeksius pada anak.
"Banyak di kita yang merasa tidak tega ngeswab anak, akhirnya tidak swab status infeksius anak tidak diketahui, kemudian dia dititipkan ke kakek neneknya kelompok berisiko jadi memperluas transmisi covid. jgn takut diswab," ungkap Citra dalam acara VIVA Talk Jangan Takut Beri Vaksin untuk Anak, Rabu 14 Juli 2021.
Vaksinasi COVID-19 untuk anak-anak
Awal Juli 2021, pemerintah Indonesia sudah mulai menjalankan program vaksinasi untuk anak di atas usia 12 hingga 17 tahun. Pemberian vaksin ini penting, lantaran menurut dokter spesialis anak, dr, Citra Cesilia, Sp.A lantaran anak merupakan carrier.
"Data dari Eijkman 67 persen ga bergejala tapi infeksius. kalau tidak dilindungi vaksin berapa banyak orang yang bisa menyebarkan COVID-19 tanpa mereka sadari mereka sumber kasusnya. Jadi anak-anak penting divaksinasi supaya untuk melindungi mereka dan kelompok berisiko di lingkungan mereka," kata dokter Citra.
Selain itu, pemberian vaksin begitu penting bagi anak, mengingat tren kasus COVID-19 pada anak yang belakangan ini semakin meningkat. Dengan pemberian vaksinasi sendiri, kata dia dapat mempercepat herd immunity di masyarakat.
"kedua kita melihat tren kasus COVID-19 pada dewasa dan anak belakangan ini makin tinggi. Kita tidak bisa capai herd immunity 70 persen untuk COVID-19 kalau anak tidak diberi vaksinasi COVID-19 juga. Jadi kalau Indonesia mencapai herd immunity maka kelompok anak harus diberi vaksinasi," kata dia.
Pemberian vaksin pada anak diketahui juga memiliki efek samping sama seperti pemberian vaksin pada orang dewasa. Namun, Citra menjelaskan, bahwa efek dari vaksinasi COVID-19 pada anak sangat ringan.
"Efek samping yang muncul sangat ringan dan tidak semua terjadi pada anak," kata Citra.
Citra melanjutkan, efek samping pemberian vaksin COVID-19 pada anak bahkan lebih ringan dibandingkan pemberian vaksin DPT pada anak balita. Misalnya saja kasus Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) demam pasca pemberian vaksin DPT jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian vaksin COVID-19.
"Bisa kita bandikan ketika kita berikan vaksin DTP risiko untuk demam sampai 80 persen, sedangkan pada vaksin COVID-19 inactivated ini risiko demam 15-16 persen, artinya lebih sedikit kemungkinan demam jika dibandingkan ketika diberi vaksin DTP," kata Citra.
Selain demam, Citra menjelaskan bahwa reaksi lain pasca pemberian vaksin COVID-19 pada anak adalah nyeri bengkak di area suntikan.
"Itu biasa, tapi tidak ada satupun laporan kipi serius mengenai vaksin ini. Jadi sampai saat ini belum ada laporan kipi serius. jadi itu tidak jadi halangan orang tua untuk bawa anak untuk vaksinasi," ujarnya.
Efikasi vaksin untuk anak
Program vaksinasi pada anak usia 12-17 tahun dimulai sejak Juli 2021 menggunakan vaksin Sinovac. Berdasarkan data uji coba klinik fase II, vaksin COVID-19 Sinovac menunjukkan 98,9 persen efektif dalam memproduksi antibodi.
Angka ini lebih tinggi dari uji coba yang dilakukan pada populasi di atas 18 tahun atau usia yang lebih tua, demikian dikutip dari laman Globaltimes.Data ini diperoleh dari uji coba yang melibatkan 180 sukarelawan dalam kelompok usia 3 hingga 17 tahun.
Tiga bulan setelah vaksinasi, produksi antibodi di antara populasi berusia 3 hingga 17 tahun adalah 98,9 hingga 100 persen tergantung pada dosis inokulasi, perusahaan mengumumkan pada hari Senin, data itu juga menunjukkan bahwa vaksin tersebut stabil dan efektif di kalangan anak muda.
Pada Juni, WHO memvalidasi vaksin Sinovac COVID-19 untuk penggunaan darurat pada orang berusia 18 tahun ke atas, dan mencatat bahwa hasil kemanjuran menunjukkan bahwa vaksin Sinovac mencegah penyakit simtomatik pada 51 persen dari mereka yang divaksinasi, dan mencegah COVID-19 parah dan rawat inap di 100 persen dari populasi yang diteliti.
Untuk diketahui vaksin COVID-19, Sinovac telah disetujui untuk penggunaan darurat pada Mei untuk orang berusia antara 3 dan 17 tahun. Beberapa provinsi dan kota di China telah menginokulasi remaja berusia 15 hingga 17 tahun sejak Juli dan berencana untuk memperluas inokulasi ke lebih banyak orang, kata perusahaan tersebut.