Imbas COVID-19, Gizi Buruk dan Stunting Anak Kian Meluas

Gerakan Nasional Indonesia Bebas Stunting 2030
Sumber :
  • istimewa

VIVA – UNICEF menyebut bahwa imbas COVID-19 dapat berdampak pada masalah gizi anak di seluruh Indonesia. Faktornya pun beragam, mulai dari rantai pasokan makanan yang terganggu hingga beban ekonomi yang membuat anak-anak kekurangan asupan nutrisi penting.

Sebelum COVID-19, Indonesia pun telah dilanda masalah gizi yang tinggi seperti dua juta anak yang mengalami gizi buruk hingga tujuh juta balita yang menderita stunting. Saat COVID-19 merambah, sontak masalah gizi kian melonjak.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan, angka stunting nasional mengalami penurunan dari 37,2 % pada 2013 menjadi 30,8 % pada 2018. Menurut Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada 2019, angka ini menurun menjadi 27,7 %.

Estimasi UNICEF pada 2020, menunjukkan bahwa dengan tidak adanya tindakan yang tepat waktu, jumlah anak yang mengalami wasting atau kekurangan gizi akut di bawah 5 tahun dapat meningkat secara global sekitar 15 persen tahun ini karena COVID-19.

Ini berarti ada peningkatan risiko wasting, suatu kondisi yang ditandai dengan berat badan rendah jika dibandingkan dengan tinggi badan. Juga di Indonesia banyak keluarga yang kehilangan pendapatan rumah tangga sehingga menjadi kurang mampu membeli makanan sehat dan bergizi untuk anak-anak mereka.

Pada saat yang sama, ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami wasting akan lebih cenderung mengalami stunting, atau memiliki tinggi badan yang rendah untuk usia mereka, dan dapat mengakibatkan lebih banyak anak stunting di negara ini. Anak-anak dengan stunting dan wasting akan rentan terhadap gangguan perkembangan jangka panjang.

“COVID-19 memukul keluarga yang paling rentan,” kata Perwakilan UNICEF Debora Comini.

Ia menambahkan, “Jika kita tidak segera meningkatkan layanan pencegahan dan perawatan untuk anak-anak yang mengalami masalah gizi, kita berisiko melihat peningkatan penyakit dan kematian anak terkait dengan masalah ini.”

Untuk mencegahnya, para orang tua perlu memahami pentingnya pemberian nutrisi baik di 1000 hari pertama kehidupan anak. Mulai dari ASI Eksklusif hingga pemberian makanan pendamping ASI yang bergizi.

Apabila anak sudah terlanjur mengalami stunting dan berimbas pada gangguan pertumbuhannya, terapi hormon dapat menjadi jawabannya. Namun, pengobatan hormon pertumbuhan yang sudah ada di pasaran biasanya tidak mudah dilakukan secara mandiri oleh pasien karena berbentuk vial dan sulit mengontrol jumlah dosis.

Selain itu, produk dengan sistem injeksi pena yang sudah ada biasanya harus dibuang setelah satu kali digunakan dan dijual dengan harga yang cukup mahal. Untuk itu, Somatropin dari PT. Daewoong Infion dirancang dengan sistem injeksi pena yang sudah dipatenkan di Korea. Dengan sistem ini, kartrid cairan dimasukkan ke dalam jarum suntik berbentuk pena.

Pasien dapat mengatur jumlah dosis secara mandiri dengan menekan tombol dosis dan memutar jarum suntik tersebut sesuai dengan indikator jumlah dosis yang diinginkan, sama seperti saat menyuntikkan insulin secara mandiri.

Jarum suntik berbentuk pena ini semi permanen dan pasien dapat mengganti kartridnya. Produk ini juga dilengkapi dengan tabel dosis sehingga pasien umum dapat menyesuaikan dosis sesuai dengan berat badan dan resep dokter.

“Sebagian besar pengobatan hormon pertumbuhan yang ada di Indonesia menyebabkan beban biaya pengobatan bagi pasien. Somatropin dengan sistem injeksi pena serta harga yang wajar untuk meringankan biaya pengobatan pasien, diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan pasien dan memudahkan mereka mengontrol jumlah dosis melalui jarum suntik kartridnya," kata Suh Chang woo, CEO PT. Daewoong Infion.