Kemenkes: Minuman Ini Penyebab Obesitas pada Anak

kental manis.
Sumber :
  • Pixabay/ TheUjulala

VIVA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) siap mendukung pelaksanaan PerBPOM No.31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan yang waktu penyesuaiannya akan berakhir pada April 2021 mendatang. 

Peraturan ini dengan tegas melarang visualisasi kental manis yang disetarakan dengan pelengkap gizi layaknya produk susu pertumbuhan, termasuk yang diseduh dan disajikan sebagai minuman tunggal. 

Peraturan BPOM juga mewajibkan produsen Kental Manis untuk mencantumkan tulisan 'Tidak untuk menggantikan ASI, tidak cocok untuk bayi sampai usia 12 bulan, dan tidak untuk menjadi satu-satunya sumber asupan gizi' dengan teks warna merah pada kemasannya. 

Yang tak kalah penting adalah, tayangan di televisi tidak boleh menampilkan anak di bawah usia 5 tahun sebagai pemeran tunggal dalam iklan komersil produk kental manis. 

Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes, dr. Rr. Dhian Probhoyekti mengatakan semua jenis produk makanan termasuk kental manis aman dikonsumsi selama produk tersebut digunakan sesuai peruntukan golongan umurnya. 

Dia lebih lanjut menuturkan, kental manis ini secara komposisi mengandung gula yang cukup tinggi, sementara kandungan gizi seperti vitamin dan mineralnya sangat rendah dibandingkan susu bubuk atau susu formula lainnya. 

"Jadi, untuk anak-anak yang masih memerlukan zat gizi untuk pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal, maka makanan yang tepat adalah yang kandungan gulanya sesuai dengan usia anak tersebut, bukan kental manis. Hal itu untuk mencegah terjadinya obesitas," ujar Dhian dalam keterangannya, Senin 8 Maret 2021. 

Gizi anak

Dhian mengatakan, akan selalu bergandengan tangan dengan BPOM, termasuk untuk penegakan PerBPOM No.31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, utamanya terkait gizi anak.

"Itu sudah kita lakukan dan kita dukung. Peraturan tersebut menyebutkan, iklan dan label kental manis dilarang menampilkan anak di bawah 5 tahun, kemudian dilarang menggunakan visualisasi bahwa kental manis disetarakan dengan susu lain atau sebagai pelengkap gizi," tuturnya. 

"Dilarang juga memvisualisasi kental manis dalam air di gelas yang disajikan sebagai minuman tunggal. Untuk iklan dilarang ditayangkan pada jam anak-anak. Ini sebenarnya sudah menjadi komitmen kita bersama dengan BPOM untuk melakukan hal ini," sambung dia. 

Dhian mengungkap, kandungan gula pada kental manis ternyata lebih dari 50 persen. Sementara anak 1-3 tahun hanya membutuhkan 13-25 gram atau setara dengan 2 sendok makan sehari. Jadi, menurut Dhian, memang tidak bisa dikonsumsi secara berlebih. 

Mempertimbangkan hal ini, Dhian menyatakan, Kemenkes mendorong masyarakat untuk tetap menerapkan standar emas pemberian makan bayi dan anak-anak. Yaitu, inisiasi menyusui dini (IMD) segera setelah bayi lahir dalam satu jam pertama, dilanjutkan dengan rawat gabung.

"Jadi begitu anak lahir, dia harus langsung diberikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif sampai usianya enam bulan," tuturnya.

Kemudian, memberikan makanan pendamping ASI kepada anak di atas enam bulan dan terus melanjutkan pemberian ASI sampai usia anak 2 tahun atau lebih. 

"Kemenkes telah mengupayakan semaksimal mungkin melalui para tenaga kesehatan dan juga organisasi profesi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) untuk tetap mengedukasi masyarakat secara terus-menerus mengenai standar emas makan bayi dan anak-anak ini," kata dia. 

Dhian, mengatakan, Kemenkes akan mendukung BPOM dengan lebih menganjurkan untuk makan beranekaragam makanan seimbang dan aman yang baik untuk bayi dan anak-anak.

"Harapan kita adalah semakin banyak para ibu yang meninggalkan kental manis ini dan menyadari bahwa kental manis ini hanya minuman gula. Memang semua butuh proses. Tapi yang penting, kita selalu mengedukasi masyarakat mengenai makanan gizi seimbang apa saja yang sesuai untuk diberikan kepada bayi dan anak-anak mereka," kata dr. Dhian Probhoyekti.