Anak Kekurangan Zat Besi Sulit Berprestasi di Sekolah
- Freepik/zalkina
VIVA – Menurut Riskesdas 2018, satu dari tiga anak Indonesia berusia di bawah lima tahun tercatat mengalami anemia, di mana 50-60 persen kejadian anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi. Kekhawatiran akan kekurangan zat besi tentunya dialami oleh banyak orang tua, termasuk pesinetron Alyssa Soebandono.
Aktris dan ibu dari dua anak itu menyatakan kekhawatirannya terhadap dampak kekurangan zat besi pada anak, terlebih sumber gizi lainnya juga perlu dicukupi agar proses penyerapan zat besi bisa dilakukan dengan baik. Sebab, hal itu bisa berdampak pada buruknya konsentrasi anak saat proses pembelajaran, terlebih di masa pandemi COVID-19.
"Zat besi tidak terserap baik tanpa adanya vitamin C, jadi kita pastikan harus ada vitamin-vitamin lain agar penyerapannya mendukung. Sampai sekarang sih memang, karena dari awal concern dengan tumbuh kembang anak, saya memastikan semua nutrisi tercukupi termasuk vitamin C," tutur istri Dude Herlino itu dalam acara virtual bersama Danone, Kamis 17 Desember 2020.
Diakui Alyssa, kedua buah hatinya, Rendra dan Malik, sangat menyukai buah-buahan yang memang menjadi sumber vitamin. Dengan begitu, sumber gizi untuk penyerapan zat besi bisa terpenuhi dengan baik.
"Buah jeruk kaya akan vitamin C, alhamdulillah secara langsung bisa memastikan mereka menyerap asupan vitamin C, cukup atau enggaknya (zat besi) mungkin itu yang perlu ditimbang ulang," paparnya.
Apa itu anemia?
Diketahui, anemia atau kekurangan zat besi adalah kondisi ketika kadar ketersediaan zat besi dalam tubuh lebih sedikit dari kebutuhan harian. Sebagai bagian dari hemoglobin, fungsi utama zat besi adalah mengantarkan oksigen dari paru-paru untuk digunakan oleh bagian-bagian dalam tubuh anak.
“Zat besi memiliki peran penting pada tubuh anak, terutama untuk mendukung tumbuh kembangnya. Asupan zat besi yang tidak adekuat dapat menyebabkan menurunnya kecerdasan, fungsi otak, dan fungsi motorik anak sehingga dalam jangka panjang, dapat berakibat menurunnya performa di sekolah, perubahan atensi dan sosial akibat tidak tanggap terhadap lingkungan sekitar, serta perubahan perilaku pada anak,” jelas Dokter Spesialis Gizi Klinik dan Ketua Departemen Ilmu Gizi Klinik FKUI, dr. Nurul Ratna Mutu Manikam, M.Gizi, SpGK, di kesempatan yang sama.
Tanpa zat besi, organ-organ tubuh tidak mendapatkan oksigen yang cukup sehingga menyebabkan gangguan tumbuh kembang anak baik secara kognitif, fisik, hingga sosial. Salah satu penyebab utama terjadinya kekurangan zat besi adalah kurangnya konsumsi asupan makanan kaya zat besi, terutama dari sumber hewani seperti daging merah, hati, ikan, dan ayam. Jika tidak ditangani, gangguan ini bisa jadi permanen.
Pencegahan anemia
Kekurangan zat besi dapat dicegah dengan memberikan anak makanan yang kaya zat besi seperti daging merah, hati, ikan, ayam, bayam, dan susu pertumbuhan yang difortifikasi. Ada pun kebutuhan zat besi pada anak yaitu 11 gram per hari, sehingga perlu memberikan jenis makanan yang bervariasi.
"Kemampuan anak yang baru bisa makan, kadang mau atau tidak, harus dibantu dengan makanan yang perlu difortifikasi. Selain di daging merah, sumber zat besi juga ada di kuning telur, daging unggas seperti ayam dan bebek, ikan dan seafood. Sementara, kandungan zat besi di protein nabati kualitasnya masih kurang baik maka penuhi dulu dari protein hewani jika memungkinkan," paparnya.
Selain itu, orang tua juga harus memperhatikan asupan vitamin C pada anak karena vitamin tersebut membantu tubuh menyerap zat besi dengan lebih baik. Sumber vitamin C bisa berasal dari buah atau sayur mayur.
“Jeruk, stroberi, tomat, dan brokoli merupakan sumber vitamin C, dan sebaiknya dimakan bersama dengan makanan yang kaya zat besi untuk mengoptimalkan penyerapan. Tambahkan pula makanan dan minuman yang difortifikasi zat besi dan vitamin C untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi harian anak,” tambah dr. Nurul.