Alergi Susu Sapi pada Anak Harus Segera Diatasi, Ini Dampak Buruknya
- Pixabay/Candice_Rose
VIVA – Alergi merupakan respons sistem imun yang tidak normal untuk mengenali bahaya yang sebenarnya tidak berbahaya bagi orang lain.
Biasanya, alergi kerap diderita oleh anak-anak. Dan sebesar 7,5 persen anak di Indonesia mengalami alergi susu sapi.
Berdasarkan data dari klinik anak di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta pada 2012, menunjukkan bahwa 31 persen dari pasien anak alergi terhadap putih telur, sementara 23,8 persen lainnya mengalami alergi susu sapi.
Protein susu sapi merupakan makanan penyebab alergi yang terbesar kedua setelah telur pada anak-anak di Asia. Biasanya, anak dengan alergi susu sapi, memiliki sistem imun yang unik dan lebih sensitif dibandingkan dengan anak lainnya.
Ditemui saat Webinar Tanggap Alergi di Masa Pandemi bersama SGM Eksplor Advance + Soya, Konsultan Alergi dan Imunologi Anak, Prof. DR. Budi Setiabudiawan, dr., SpA(k), M.Kes. mengatakan, alergi susu sapi harus segera diatasi, karena berdampak tidak hanya bagi anak, tapi juga orangtua.
"Akibatnya nanti kalau tidak segera diatasi, dapat meningkatkan risiko penyakit degeneratif, seperti obesitas, hipertensi dan penyakit jantung. Selain itu, terlambat mendiagnosa atau tata laksana yang tidak optimal, dapat mengganggu tumbuh kembang anak. Tapi jika diatasi, anak dapat tumbuh kembang dengan optimal," ujarnya melalui aplikasi rapat online, Senin 29 Juni 2020.
Tidak hanya berdampak pada kesehatan anak. Lebih luas, menurut Budi, alergi susu sapi yang diderita pada anak juga bisa berdampak pada kehidupan ekonomi orangtua.
"Pengeluaran orangtua akan lebih banyak, karena meningkatkan biaya pengobatan. Selain itu, meningkatkan biaya tidak langsung juga, karena orangtua kehilangan pekerjaan akibat sering tidak masuk kerja," lanjut dia.
Lebih jauh Budi menjelaskan, alergi susu sapi pada anak juga bisa menimbulkan dampak psikologi, tidak hanya untuk anak tapi juga pada orangtua.
"Bisa menimbulkan stres, tidak hanya pada anak tapi juga pada orangtua. Bahkan yang paling sering pada orangtua, karena memikirkan dampak ekonomi, dan sebagainya. Selain itu, dapat menurunkan kualitas hidup si kecil," tutur Budi.