Cakupan Pemberian ASI di Indonesia Masih Rendah, Apa Sebabnya?
- Freepik/yanalya
VIVA – Meski manfaat ASI telah banyak dibuktikan oleh sejumlah riset, namun ternyata angka ibu menyusui di Indonesia masih cenderung rendah. Perencana Muda Direktorat Kesehatan Gizi Masyarakat, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia, Ardhiantie bahkan mengungkapkan bahwa tingkat cakupan ASI di Indonesia baru mencapai 37 persen.
Menurutnya ada sejumlah kendala yang menyebabkan cakupan ASI di Indonesia rendah. Padahal ASI sendiri ialah asupan terbaik bagi bayi selama enam bulan pertama setelah kelahiran.
"Jadi memang ASI eksklusif faktornya banyak selain dari ibu, dari lingkungan. Kita tahu kalau cuti itu diberikan tiga bulan. Dengan tiga bulan mungkin tiga bulan pertama masih bisa nih, tapi kan ASI eksklusif kan sampai enam bulan," ucap Ardhiantie, saat ditemui pada Master Class Health And Nutrition Journalist Academy, di kawasan Sabang, Jakarta Pusat, Kamis, 1 Agustus, 2019.
Ia mengatakan begitu masuk di lingkungan kerja, banyak perempuan kemudian sulit memberikan ASI. Ini lantaran lingkungan kerja yang ada masih kurang mendukung.
"Mungkin di kantornya sendiri sudah ada ruang laktasi, tapi kalau bepergian di fasilitas umum itu masih belum banyak, yang disediakan nursery room mungkin," kata dia.
Belum lagi dengan perempuan di pelosok yang bekerja di sektor informal. Menurut Ardhiantie, mereka yang bekerja di sektor informal kerap kali butuh tenaga yang lebih.
"Ibu-ibu yang juga bekerja di sektor informal itu tingkat kelelahan berbeda dari sisi psikologis. Ini memengaruhi ASI-nya. Jadi support dari lingkungan juga menjadi penting," ujarnya.
Oleh karenanya, ia mengatakan bahwa butuh dukungan dari berbagai sektor untuk meningkatkan nilai cakupan ASI di Indonesia. Hal ini pada akhirnya akan mengurangi masalah kekurangan gizi dan juga stunting di Indonesia.