Eksploitasi Anak untuk Promosi Rokok Bikin Perokok Anak Meningkat
- pixabay
VIVA – Yayasan Lentera Anak (YLA) menduga ada eksploitasi anak pada kegiatan audisi bulu tangkis berkedok beasiswa yang dilakukan Djarum Foundation. Ketua YLA, Lisda Sundari mengatakan bahwa dalam kegiatan ini, anak dimanfaatkan sebagai media promosi brand image produk tembakau itu.
"Dengan mengharuskan peserta mengenakan kaos dengan tulisan Djarum yang merupakan brand image produk zat adiktif yang berbahaya," ucap Lisda, saat konferensi pers di kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), di Jakarta, Kamis, 14 Februari 2019.
Tidak hanya itu, paparan promosi rokok dalam kegiatan itu, lanjut Lisda, secara tidak langsung juga berkontribusi pada meningkatnya prevalensi perokok anak di Indonesia.
"Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilakukan Kementerian Kesehatan menunjukkan prevalensi merokok pada anak yang berusia 10 hingga 18 tahun meningkat mencapai 9,1 persen," ujar Lisda.
Jumlah ini meningkat dari yang sebelumnya hanya 7,9 persen. Artinya, jika populasi pada kelompok usia itu sekitar 40,6 juta jiwa, maka ada sekitar 3,9 juta anak yang merokok. Jumlah ini berbanding terbalik dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang menargetkan prevalensi perokok anak menjadi 5,4 persen pada 2019.
Terkait hal tersebut, menurut Psikolog Liza Djaprie, orangtua juga memiliki pengaruh terhadap peningkatan jumlah perokok anak di Indonesia. Menurutnya, banyak orangtua yang mewajarkan kegiatan merokok di area rumah yang dekat dengan anak.
"Banyak orangtua yang merokok di depan anak atau meminta anak membeli rokok. Karena itu tanpa sadar merupakan eksploitasi penanaman, cuci otak bahwa orangtua merokok, artinya tidak apa-apa. Hal seperti itu yang harus diperangi," kata dia.
Oleh sebab itu, ia menekankan bahwa orangtua juga harus turut andil untuk menghindari paparan rokok terhadap anak, terutama pada usia dini. (ldp)