Masalah Pendidikan di Indonesia, Putus Sekolah hingga Salah Jurusan
- ANTARA FOTO/Vitalis Yogi Trisna
VIVA – Pendidikan masih menjadi isu yang tak pernah habis dibicarakan di negeri ini. Masih banyak sekali permasalahan pendidikan yang ada di Indonesia sehingga mendorong banyak pihak untuk melakukan aksi demi memperbaiki kondisi ini.
Salah satu pengamat pendidikan dan penggagas berbagai gerakan di bidang pendidikan, Najeela Shihab mengungkapkan, ada tiga permasalahan pendidikan yang utama di Indonesia.
"Pertama adalah akses, ada anak yang tidak bisa sekolah atau jauh sekali dari sekolah, ada yang sudah sekolah tapi kemudian putus sekolah," kata wanita yang punya panggilan akrab Ela ini dalam acara peluncuran Wardah Inspiring Movement di Restoran Bunga Rampai, Jakarta, Rabu 15 Agustus 2017.
Kemudian, masalah kualitas. Menurut Ela, mereka yang sudah sekolah belum tentu belajar. Karena masih ada anak Indonesia yang sudah 2-3 tahun sekolah tapi masih belum bisa membaca. Ada anak yang sudah lulus sekolah menengah tapi masih seperti anak kelas tiga sekolah dasar.
Selain itu, masih banyak anak-anak yang bisa membaca kalimat tapi hanya sekadar membaca saja, tanpa memahami isinya sehingga mereka tidak punya sikap kritis.
Banyak pula mahasiswa yang masuk perguruan tinggi favorit tapi mereka salah jurusan, dan karena mereka merasa tidak sesuai dengan diri mereka akhirnya mereka tidak bisa optimal.
"Sekadar masuk sekolah saja tidak cukup, tapi harus ada kualitas belajar," imbuh Ela.
Isu ketiga adalah masalah kesenjangan. Sebagian kecil anak bisa mendapatkan pendidikan yang baik, akses yang baik, dan ekosistem mendukung, tapi masih banyak anak yang berada dalam kondisi memprihatinkan sehingga menjadi isu sosial di masyarakat.
Permasalahan ini pula yang mendorong Ela menggagas gerakan Semua Murid Semua Guru, di mana salah satu program di dalamnya ada yang disebut dengan Kirim Budi. Kirim Budi merupakan sebuah gerakan mengirimkan flashdisk yang isinya disebut Ela sebagai 'mimpi'.
"Mimpi mengenai profesi yang sebelumnya tidak terbayang oleh anak-anak di pelosok," kata Ela.
Selama ini jika kita berkeliling dan bertanya pada anak-anak, apa cita-cita mereka, jawabannya tidak jauh dari profesi seperti polisi, dokter, guru, atau tentara. Padahal, masih ada kemungkinan pekerjaan lain di luar sana.
Selain berisi mengenai profesi, flashdisk itu juga ada yang berisi video pembelajaran. Alasannya, masih banyak sekolah-sekolah di pelosok yang kekurangan banyak guru.
Jika mengirim guru dalam bentuk sosok, akan ada banyak sekali kendalanya. Tapi, mereka masih bisa mendapatkan bantuan guru dalam bentuk video atau digital.
Dengan demikian, anak-anak di pelosok tetap bisa mendapatkan akses pembelajaran sesuai dengan kurikulum. Serta, meningkatkan kualitas belajar mereka karena belum tentu guru di daerah dapat menerangkan semua materi belajar. (mus)