Mau Anak Pintar atau Bodoh, Kuncinya Ada di 1000 HPK

Ilustrasi anak bermain.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Sebagai orangtua, apakah Anda sudah familiar dengan istilah 1000 HPK? HPK adalah singkatan dari Hari Pertama Kelahiran. Istilah ini mengacu pada masa kehidupan anak selama 1000 hari pertama kehidupannya. Siklusnya dimulai bukan ketika anak lahir, tapi sejak dalam kandungan, dengan rincian 9 bulan (270 hari) dalam perut ibu, ditambah 730 hari atau 2 tahun usia anak.

1000 HPK adalah periode keemasan yang menjadi pondasi tumbuh kembang kehidupan anak di masa mendatang. Dr. dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A(K), pakar nutrisi dan metabolik anak dari RSCM menjelaskan bahwa 1000 HPK mengacu pada pembentukan dan pertumbuhan otak anak.

Sederhananya, kecerdasan anak yang mencakup kemampuan penglihatan, berbicara, kecerdasan emosi, matematika, keterampilan bersosialisasi, motorik, serta bahasa, berkembang di masa 1000 HPK ini.

Ilustrasi ibu hamil

Mengingat pentingnya 1000 HPK dalam menentukan masa depan anak, orangtua harus benar-benar memperhatikan asupan gizi dan stimulasi baginya. "Semakin banyak diberi stimulasi, akan semakin pintar," kata Dr. Yanti. Dengan kata lain, ketika menyediakan menu untuk anak, prinsipnya bukan asal kenyang. Tapi harus makanan yang mengandung vitamin dan mineral penting yang mendukung pertumbuhan anak.

Namun sayangnya, kualitas kehidupan anak Indonesia di awal kehidupan belum sesuai harapan. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menyebutkan sekitar 8,8 juta anak Indonesia menderita stunting (tubuh pendek) karena kurang gizi. Kasus stunting di Indonesia juga menjadi nomor lima tertinggi di dunia.

Stunting adalah masalah gizi kronis yang terjadi akibat ibu kurang mengonsumsi makanan bergizi di masa kehamilan. Ciri fisik anak stunting, yaitu tubuh yang lebih pendek ketimbang usia seharusnya.

Dr. Yanti juga menyebutkan bahwa anak yang kurang gizi, mengalami penurunan kecerdasan sebesar 10 persen. Jika dilihat anatomi otaknya memiliki perbedaan dengan anak yang tumbuh normal tanpa kekurangan gizi. Para ahli dapat mengupayakan perbaikan melalui suplementasi nutrisi, meski secara fisik dapat terlihat tumbuh seperti anak normal, tapi otaknya tidak.

"Otak anak gizi buruk berbeda dengan otak anak normal. Misalnya, dia dapat pelajaran di kelas, gurunya sudah pergi, otaknya belum mencerna, sudah datang guru lain," kata Dr. Yanti. "Stunting itu dampaknya bersifat irreversible (tidak dapat diperbaiki)," ujar Dr. Yanti menambahkan. 

Anak gizi buruk

Data prevalensi stunting pada anak Indonesia jika dikaitkan dengan stabilitas nasional, tentu berdampak pada semakin meningkatnya beban negara. Jika tidak diantisipasi, anak Indonesia dengan kecerdasan otak yang tidak optimal akan menjadi sumber daya manusia yang kalah saing dengan anak-anak dari luar negeri.

“Walaupun orangtuanya mampu membiayai sekolah tinggi, tapi kemampuan otaknya hanya sampai 3 SMP,” kata Dr. Yanti.

Mengingat dampak stunting tidak dapat diperbaiki, maka pencegahan adalah langkah paling tepat. Sejak ibu mengandung, harus benar-benar memastikan asupan makanannya sesuai dengan kebutuhan ibu dan bayi. Begitu pula ketika bayi sudah lahir, harus menerapkan prosedur pemenuhan pangan melalui pemberian ASI dan MPASI (Makanan Pendamping ASI) yang tepat.