Tak Mudah bagi Anak, Lupakan Hukuman Fisik dari Orangtua

Ilustrasi anak menangis
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Menjalani peran sebagai orangtua, artinya harus siap bersabar. Betul begitu? Ada saat si kecil rewel, merengek, menangis, yang akhirnya membuat emosi Anda terpancing.

Tanpa sadar, sebuah cubitan mendarat di paha mungilnya, sebagai cara untuk meredakan kerewelannya. Tapi apa yang terjadi? Si kecil bukan diam, malah menangis semakin kencang, akibat merasakan sakit pada bagian tubuhnya yang kena cubit.

Sontak, penyesalan menyergap naluri Anda sebagai orangtua. Kejengkelan yang tadinya memenuhi hati dan pikiran, serta merta berubah menjadi rasa iba. Tangan Anda mengusap pipi si kecil yang basah oleh air mata, sembari meluncurkan permintaan maaf.

Dan benak Anda bertanya-tanya: mungkinkah ia akan lupa ketika dewasa nanti, bahwa ibunya pernah mencubit pahanya hingga ia menangis? Bahwa ibunya pernah memberi hukuman fisik padanya karena gagal mempertahankan kesabaran?

Hukuman fisik = konsep diri negatif

Bicara soal hukuman fisik pada anak, psikolog dan pendidik Najelaa Shihab pernah mengupas tentang ini di bukunya Keluarga Kita Mencintai dengan Lebih Baik. Menurut Kepala Sekolah Cikal itu, "Pemberian hukuman dalam bentuk apa pun tidak akan mudah dilupakan anak," demikian ditulis wanita yang akrab disapa Ela itu.

Hukuman berakibat pada anak memiliki konsep diri yang negatif. Ia merasa bahwa dirinya memang pantas menerima perlakuan buruk, yang bisa berujung depresi.

"Hukuman akan memberi pesan pada anak bahwa sebagai pihak yang bersalah, ia pantas menerima perlakuan buruk. Tidak hanya akan merusak hubungan antara anak dan orangtua, hukuman juga mengakibatkan anak merasa tidak percaya diri dan depresi," sambungnya.

Berujung depresi hingga narkoba

Senada dengan penjelasan Ela, laman Brookings memaparkan riset tentang dampak dari hukuman fisik pada anak. "Anak-anak yang sering dipukuli sangat berisiko tinggi mengalami masalah kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi, penyalahgunaan alkohol dan narkoba."

Pernyataan lain dalam studi itu juga menyebutkan bahwa anak-anak yang sering dipukul lebih cenderung agresif, baik sebagai anak maupun sebagai orang dewasa.

Lantas, bagaimana membangun kedisiplinan anak yang efektif tanpa memberi hukuman padanya? Saran dari Ela:

"Yang dapat orangtua lakukan adalah memperbaiki hubungan dan situasi yang sempat rusak. Mulailah menjalin hubungan dengan anak menggunakan cara komunikasi yang efektif, banyak melakukan kegiatan bermain dan humor, melakukan restitusi, memuji dan mengkritik dengan bijak, serta membuat kesepakatan bersama."