3 Mitos tentang Down Syndrome, Bisakah Berhubungan Intim?

Madeline Stuart, model down syndrome memeragakan koleksi gaun pengantin.
Sumber :
  • instagram.com/madelinesmodelling_/

VIVA – Gangguan yang terjadi di salah satu kromosom tubuh pada pengidap down syndrome, memicu berbagai gejala yang menyertainya. Namun, tak sedikit informasi yang beredar terkait down syndrome hanya mitos semata.

Dikatakan spesialis rehabilitas medik, dr. Luh Wahyuni, SpRM(K), dalam acara Talkshow Down Syndrome, di RSCM Kiara Jakarta, Rabu, 28 Maret 2018, down syndrome mengakibatkan adanya gejala yang berbeda-beda. Namun, tak sedikit kumpulan gejala itu memiliki kesamaan dengan yang dirasakan oleh orang normal pada umumnya.

Agar tidak salah mengartikan gejala pada down syndrome, dokter Luh membeberkan fakta dan mitosnya. Berikut fakta dan mitos yang berhasil VIVA rangkum.

1. Mitos: Individu dengan down syndrome selalu merasa senang.

Faktanya, semua emosi seperti sedih, marah, dan senang, sama seperti individu lain. Apa yang dirasakan oleh pengidap down syndrome, tidak jauh berbeda dengan orang normal.

2. Mitos: Individu dengan down syndrome tidak dapat memiliki hubungan intim atau hubungan dekat dengan orang lain.

Faktanya, pengidap down syndrome juga dapat bersosialisasi hingga berkencan dengan orang lain. Bahkan, individu dengan down syndrome juga bisa menikah seperti orang-orang pada umumnya.

Meski begitu, pada wanita pengidap down syndrome dapat menurunkan gen tersebut dengan 50 persen kemungkinan anaknya mengalami hal yang sama. Sementara, pada pria lebih steril atau keturunannya kemungkinan besar tidak mengidap hal yang sama.

3. Mitos: Anak dengan down syndrome selalu mengalami retardasi (keterbelakangan) mental yang berat.

Faktanya, level fungsional tiap anak down syndrome berbeda-beda. Namun, rentang keterlambatan kognitif yang dimiliki hanya sebatas ringan hingga sedang.