Bimbingan Pra Nikah, Solusi Cegah Kekerasan pada Anak
- Pixabay
VIVA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengimbau Kementerian/Lembaga dan masyarakat untuk mengoptimalkan peningkatan kecakapan pengasuhan anak sebagai upaya pencegahan kekerasan terhadap anak. Berdasarkan Survei Nasional Kualitas Pengasuhan Anak yang dilakukan KPAl tahun 2015, hanya sekitar 25 persen orangtua yang belajar tentang pengasuhan sebelum memiliki anak.
"Indeks persiapan pengasuhan, pola komunikasi, akses terhadap media digital dan pencegahan kekerasan masih di bawah 4 (dalam skala 1-5 yang artinya masih jauh dari ideal)," kata Ketua KPAI Susanto di kantor KPAI, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Senin 26 Maret 2018.
Selain itu, lanjut Susanto, penting kiranya Kementerian/Lembaga dan masyarakat membuka ruang konsultasi tentang pengasuhan agar masyarakat dapat berkonsultasi secara nyaman.
Terkait dengan ketahanan keluarga, KPAI mendorong Kementerian Agama dan organisasi lintas agama untuk menyiapkan bimbingan pra perkawinan dan konsultasi perkawinan.
Dengan adanya bimbingan pra nikah dan konsultasi perkawinan diharapkan menjadi bagian dari upaya menjaga keharmonisan perkawinan sehingga dampaknya akan dapat dirasakan oleh anak.
"Termasuk pada perkawinan kedua, anak tetap memiliki hak yang harus dilindungi oleh pengasuh pengganti dan berhubungan secara baik dengan orangtua kandung," katanya.
Menurutnya, kesehatan mental menjadi isu penting dalam kasus kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua. Beban hidup yang dirasakan baik karena situasi perkawinan, kesulitan ekonomi, hingga problem pribadi seringkali menjadi pemicu orangtua melampiaskan kekesalannya pada anak-anak.
Bagaimana pun, kata Susanto, orangtua perlu berpikir logis dan menggunakan nalar sehat bahwa anak masih bergantung padanya dan masih dalam proses tumbuh kembang. Kepedulian masyarakat sekitar menjadi salah satu kunci pencegahan kekerasan terhadap anak.
Susanto menambahkan, tiga pilar perlindungan anak yaitu keluarga, masyarakat, dan sekolah perlu dikuatkan kembali. Jika ada keluarga yang berpotensi menjadi pelaku, maka antisipasi di lingkungan sekolah dan masyarakat perlu dikuatkan untuk mencegah terjadinya kekerasan berkelanjutan pada anak-anak.
"Tiga pilar ini menjadi pelindung utama anak dan ketiga pilar tersebut perlu menguatkan fungsi kontrol untuk perlindungan anak. Akhirnya, semoga ananda C, anak terakhir yang mengalami kekerasan oleh orangtuanya sendiri," katanya.
Sebelumnya, kasus kekerasan anak kembali terjadi di Karawang, Jawa Barat. Bayi Callista berumur 1,5 tahun meninggal usai mendapatkan kekerasan. Pelaku tak lain adalah ibu kandungnya bernama Sinta. Diduga sang ibu tega melakukan kekerasan terhadap anaknya karena faktor ekonomi.