Indonesia Belum Jadi Negara Ramah untuk Anak Down Syndrome
- VIVA/Rintan Puspitasari
VIVA – Dari segi fisik, tak sulit mengidentifikasi anak yang mengalami down syndrome. Jarak antara kedua mata yang jauh, cuping hidung yang besar dan pesek, dan tampak tidak memiliki tulang hidung, menjadi ciri umum yang terlihat pada wajah anak down syndrome.
Belum diketahui secara pasti apa penyebab kelainan ini, alias masih menjadi misteri di dunia kedokteran. Di Indonesia sendiri, stigma yang menempel pada seorang anak down syndrome cenderung negatif, seperti menduga down syndrome adalah penyakit menular, mengira sakit jiwa. Padahal anak down syndrome juga bisa menjalani kehidupan layaknya orang normal pada umumnya.
Ditemui di sela peringatan Hari Down Syndrome Dunia (HDSD) Minggu pagi, 25 Maret 2018, di area Car Free Day, ketua umum Persatuan Orang Tua Dengan Down Syndrome (POTADS), Sri Handayani mengatakan:
"Mungkin di masyarakat belum terlalu tahu down syndrome apa, dan maaf mereka pikir penyakit menular, orang gila, padahal beda sekali apa yang dipikirkan mereka," ujarnya.
Meski mereka bersekolah di sekolah inklusi sekali pun, Sri Handayani juga menyayangkan kurangnya sumber daya manusia (SDM) di sekolah yang bisa mengerti kondisi anak down syndrome.
Madeline Stuart, model down syndrome
"Pemilik sekolah inklusi kalau mau membuka untuk anak down syndrome, SDM (sumber daya manusia) harus disiapkan," kata Sri.
Begitu pun dengan lapangan pekerjaan, Indonesia masih tidak seperti negara-negara luar lainnya yang justru memanfaatkan kelebihan anak down syndrome yang ramah, untuk ditempatkan di posisi-posisi yang memungkinkan mereka menyambut orang atau tamu.
"Mungkin di Indonesia belum semaju negara lain, seperti Australia, Eropa, Singapura. Lapangan pekerjaan untuk anak down syndrome kami rasakan belum terlalu terbuka. Sudah ada mulai, tapi masih sangat kecil,"lanjutnya.
Dalam hal seksualitas, sama seperti remaja pada umumnya, penderita down syndrome juga mengalami masa puber atau ketertarikan pada lawan jenis. Dan sama seperti anak remaja pada umumnya, saat anak-anak down syndrome memasuki masa ini, mereka juga harus dibekali informasi apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
"Kalau remaja ada seminar gimana kalau anak down syndrome tertarik sama lawan jenis, ya enggak apa-apa, kita ajarin, berteman (boleh), yang penting yang perempuan tahu apa yang boleh atau tidak boleh dipegang lawan jenis," paparnya.