Bahaya Perkawinan Anak, Hambat Produktivitas hingga Kematian
VIVA – Satu dari sembilan anak perempuan masih dinikahkan sebelum usianya mencapai 18 tahun. Di Indonesia, terjadi 375 pengantin anak setiap hari. Mirisnya, angka tersebut menjadi salah satu yang tertinggi di dunia.
Ketua Dewan Pengawas Girls Not Brides sekaligus Putri Belanda Mabel van Oranje mengatakan, dengan bekerja sama untuk menjaga agar anak-anak tetap berada di sekolah dan di luar perkawinan, kita dapat menciptakan dunia di mana semua anak perempuan dan perempuan diberdayakan dan bertangggung jawab atas masa depan mereka sendiri.
"Dengan ini, kita dapat meningkatkan pendapatan dan produktivitas. Itu adalah dunia yang lebih baik untuk kita semua," ujarnya dikutip dari rilis acara Dialog Remaja Menyoroti isu Perkawinan Usia Anak di Indonesia, Jumat 9 Maret 2018.
Pada dasarnya, praktik pernikahan anak sangat terkait dengan kemiskinan. Di mana, anak perempuan dari rumah tangga termiskin lima kali lebih mungkin untuk menikah sebelum usia 18 tahun dibandingkan dengan anak perempuan dari rumah tangga terkaya. Serta, anak perempuan di pedesaan tiga kali lebih mungkin untuk menikah sebelum usia 18 tahun dibandingkan dengan anak perempuan di daerah perkotaan.
Kepala Perwakilan UNICEF Gunilla Olsson mengatakan, perkawinan usia anak adalah pelanggaran terhadap hak anak. Hal ini sangat memengaruhi anak perempuan dan membahayakan kehidupan serta mata pencaharian mereka.
Adapun dampak dari perkawinan usia anak mencakup hilangnya produktivitas ekonomi, sangat menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan pembangunan Indonesia. Secara global, untuk anak perempuan di antara usia 15 dan 19 tahun, komplikasi selama kehamilan dan persalinan merupakan salah satu penyebab utama kematian.
Untuk itu, pendidikan menjadi kunci penting guna mengatasi kasus perkawinan usia anak. Di mana, ia memiliki peran kuat dalam mencegah perkawinan anak.
"Menjaga anak perempuan tetap berada di sekolah berarti memastikan bahwa mereka dapat bernegosiasi untuk dirinya sendiri dan menentukan masa depan mereka," ujar Duta Besar Kedutaan Besar Kerajaan Belanda, Rob Swartbol. (mus)