Berburu Kopi Cibulao Robusta, Juara Satu Kopi Indonesia
- VIVA.co.id/Muhammad AR
VIVA – Mirip tokoh pria bernama Ben dalam cerita Filosofi Kopi, Inayat Qudsy, adalah perempuan penggemar kopi. Kecintaannya terhadap kopi mendorongnya membuka Rumah Seduh di bilangan Panduraya, Bogor Baru, Kota Bogor.
Wanita berumur 30 tahun ini mengajak VIVA melakukan perjalanan memburu kopi yang menyabet Juara satu Robusta Indonesia Cibulao di Puncak Bogor. Cibulao sendiri adalah nama sebuah kampung yang berlokasi di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua.
Ibu satu anak ini meraba-raba sambil sesekali menanyakan para wanita pekerja pemetik teh. Usy tidak sendiri, selama perjalanan ada lima pemburu kopi lainnya yang ikut serta dalam pemburuan kali ini.
Dari kabar yang dihimpun, jalan menuju lokasi ini berada tepat di wisata Danau Telaga Warna. Sepanjang jalan menuju kampung cukup sulit, karena hanya beralas batu terjal. Jika hujan, pengendara harus berhati-hati karena licin.
“Iya memang sulit kalau ke sini. Saya juga sudah sengaja ke sini untuk memesan kopi untuk kedai saya,” kata dia dalam perjalanan, Minggu, 19 November 2017.
Setelah melalui bangunan lima vila, terdapat perkampungan kecil. Sekelilingnya hanya terlihat hamparan kebun teh dan hutan Gunung Pangrango. Di kampung ini, rombongan pemborong kopi disambut Jumono.
Jumono adalah petani kopi sekaligus Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Cibulao Hijau. Perjalanan belum usai, dari perkampungan masih harus menempuh perjalanan kaki menuju kebun kopi yang berlokasi di atas bukit perkampungan. Lokasi ini persis seperti negeri dongeng. Sebab, di atas bukit itu terlihat sebuah rumah kecil.
Di lokasi ini para petani memilah biji atau sekadar melepas lelah sambil menikmati segelas kopi. Pria berlogat Sunda ini mengajak berkeliling sambil sesekali memperlihatkan biji kopi yang siap petik.
Beberapa tandan dipetik masing-masing pemburu kopi. Mereka membawanya ke rumah kecil tadi. Di tangan Jumono, kopi ini dikupas kemudian diolah secara manual.
“Kopi itu jangan diaduk. Tetapi digoyang biar menjaga rasanya,” kata dia.
Kepada VIVA, Jumono menjelaskan bahwa kopi adalah bentuk kepeduliannya terhadap hutan. Sejak 2009 silam, ia memilih untuk terjun menjadi petani kopi dan menetap di Kampung Cibulao. Pemuda yang juga aktif di organisasi pencinta alam itu mengumpamakan menjaga hutan dengan kopi.
“Di sini sudah ada 15 hektare Arabika, dan 15 Hektare Robusta. Dengan yang dalam waktu dekat panen Arabica 1,5 hektare, dan Robusta tiga hektare. Satu pohon bisa menghasilkan 7-10 kilo biji kopi,” katanya.
Dari hasil pembelajarannya, kata Jumono, perkembangan kopi di lokasi ketinggian 1400 dpl cukup mengejutkan. “Di lokasi ini Robusta menghasilkan biji kopi terbaik lahir,” kata dia.
Usy, bersama pemburu kopi lain mengaku sengaja datang untuk berburu kopi. Bahkan, Usy berniat menambahkan daftar menu Kopi Cibulao di kedai kopinya.
“Rasanya bisa rasakan sendiri. Robusta ini terasa segar, jauh yang bersaing rasa dengan kopi impor,” tutur Usy sambil menikmati Kopi.