Takjil Bubur Lodeh, Tradisi Warisan Murid Sunan Kalijaga
- VIVA.co.id/Daru Waskita
VIVA.co.id – Bulan Ramadan selalu dirayakan berbeda di setiap daerah, terutama menu makanan untuk berbuka puasa. Di Masjid Sabiilurrosya’ad, Dusun Kauman, Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, Yogyakarta ini menyajikan takjil berupa bubur sayur lodeh.
Tradisi menyajikan makan bubur sayur lodeh ini telah berlangsung ratusan tahun semenjak masjid berdiri. Pembawa tradisi ini tak lain adalah Panembahan Bodho yang bernama asli Adipati Trenggono.
Panembahan Bodho yang disebut murid terakhir Sunan Kalijaga ini, dikisahkan menolak meneruskan jabatan Adipati Terong di Sidoarjo. Setelahnya dia mensyiarkan Islam di Wijirejo.
Sekretaris Takmir Sabiilurrosya’ad, Hariyadi menjelaskan, jika menurut kisah leluhur, Panembahan Bodho mendirikan masjid ini sekitar tahun 1570, atau abad ke-16. Di Wijirejo ini Bodho lalu mensyiarkan Islam lewat akulturasi budaya. Salah satunya memakai sarana takjil bubur sayur lodeh.
Panembahan Bodho lebih memilih menyebarkan Islam ketimbang menjadi adipati, lantas banyak kalangan menyebutnya bodoh. Berasal dari sinilah, akhirnya dia lebih dikenal sebagai Panembahan Bodho.
"Beliau itu putra Adipati Terong," katanya, Jumat 2 Juni 2017.
Akulturasi budaya yang dilakukan Penambahan Bodho tampak dari caranya menyajikan bubur. Bubur yang merupakan makanan khas Gujarat, India, diadopsi dengan menggunakan sayur lodeh khas lidah Jawa.
"Kami menyesuaikan saja, karena yang membawa Islam kan dari Gujarat," kata dia.
Dipilihnya bubur sayur lodeh, karena makanan ini diklaim lebih tahan pas musim paceklik dan bisa tahan lama. Sayur mayur yang familiar digunakan, yakni tempe dan tahu, tapi di waktu-waktu tertentu seperti hari Jumat, warga kadang mengganti sayur dengan daging ayam.
Hariyadi menjelaskan, setidaknya ada tiga makna yang terkandung dalam tradisi takjil bubur sayur lodeh. Pertama, bibirrin yang berarti dengan kebaikan.
"Bibirrin itu artinya ajaran Islam itu harus diajarkan dengan cara yang baik, bukan dengan kekerasan," tuturnya.
Selanjutnya ada istilah beber. Maksudnya, sebelum takjil dibagikan ke jamaah masjid, mereka akan dijelaskan dasar-dasar ajaran Islam.
"Nilai beber itu berarti sebelum takjilan, akan dibeberkan ajaran Islam, di sana disampaikan nilai-nilai dasar Islam," ucapnya.
Terakhir takjil bubur sayur lodeh mengandung makna babar. Filosofinya, ajaran Islam harus menyatu dengan masyarakat, tanpa memandang status sosial dari mana dia berasal.
"Babar itu simbol persatuan umat Islam, berlaku untuk seluruh kalangan Muslim tanpa terkecuali," kata dia.
Hariyadi mengungkapkan, bubur bertekstur halus. Hal ini juga mengandung makna, yakni syiar Islam harus disampaikan dengan cara halus, bukan dengan pedang atau kekerasan.
"Islam harus disampaikan dengan lemah lembut," ujarnya.
Kini tradisi takjilan bubur sayur lodeh di Masjid Sabiilurrosya’ad tetap dipertahankan masyarakat. Sebab, cara ini diklaim masih ampuh dipakai mensyiarkan ajaran Islam.
"Makanya kami tetap mempertahankan tradisi peninggalan Panembahan Bodho," ujarnya.