Menilik Edukasi Berkedok Pameran Lukisan Langka

Pameran Lukisan di Galeri APIK
Sumber :
  • Dok.ist

VIVA.co.id - Galeri Apik kembali menggelar pameran karya seni koleksinya hasil buah tangan sejumlah seniman ternama tanah air. Karya seni yang dipamerkan di antaranya karya asli maestro Basoeki Abdullah, Sudjana Kerton, Le Mayeur, Theo Meier, Lee Man Foong, Widayat, Yarno, Teguh Oestenrik, Chen Liu dan Eddie Hara.

"Ada sekitar 11 karya yang dipamerkan. Seluruhnya koleksi tetap Galeri Apik dan tidak diperjualbelikan dalam pameran itu," kata Direktur Galeri Apik, Rahmat, saat ditemui dalam pembukaan pameran bertajuk “Are you a dealer or broker? joint Exhibition” di Jalan Radio Dalam Raya 30, Jakarta Selatan, baru-baru ini.

Pameran itu resmi dibuka oleh Ketua Umum Mitra Seni Indonesia, Ken Subagiyo.

Dari deretan lukisan yang dipamerkan, ada juga karya lama Yarno, seniman kelahiran Pagar Alam, Sumsel, yang kini karyanya diperebutkan kolektor dunia, hingga terjual dengan harga lebih dari Rp300 juta dalam waktu dua tahun.

Karya-karya Yarno dianggap sesuai disandingkan dengan karya seniman ternama tanah air lainnya karena dinilai sebagai seniman avant garde dengan keunikan teknik surrealisme tersendiri.

"Artinya, Yarno melalui objek karyanya mampu mendahului tren untuk periode lebih awal dibandingkan saat masa dia berkarya," kata Rahmat.

Rahmat melanjutkan, eksibisi kali ini mengusung misi yang tidak jauh beda dengan pameran sebelumnya, yakni untuk menyamakan persepsi antara kolektor, seniman, art dealer, broker, dan galeri untuk kemajuan seni tanah air di mata dunia ke depannya.

"Diharapkan bisa menjadi booster guna perbaikan infrastruktur dunia seni di Indonesia," tandasnya.

Kali ini, Galeri Apik mengangkat fenomena distribusi karya seni di tanah air, tantangan dan kekurangannya. Seperti keberadaan dealer dan broker yang sekilas memiliki peran serupa.

“Perbedaannya soal aset milik saja. Dealer punya aset, sedangkan broker tanpa aset, tanpa galeri dan cenderung freelance individual," ungkap Rahmat.

Seorang broker, lanjut Rahmat, bisa juga menjual karya seni tanpa harus memiliki dulu. Fungsinya hanya menjembatani.

 "Bahkan, praktek selama ini, dengan berbekal image soft copy dari foto karya seni di dalam smartphone, bisa langsung dipakai bertransaksi, mencari marjin atau mark up, di mana terkadang image ini disebarluaskan setelah diakui sebagai karya seni miliknya tanpa memandang perlu pentingnya, transparasi asal usul, serta bagaimana memperolehnya. Banyak kasus menimpa kolektor akibat kelalaian broker yang tidak jeli," paparnya.

Namun begitu, tambah Rahmat, bukan berarti dealer tidak mempunyai kekurangan. Banyak juga kata dia, dealer nakal yang menyandera karya kolektor agar bisa diakui sebagai aset miliknya.

Alih-alih membantu menjualkan, justru mempersulit kolektor saat ingin mengambil barang yang dipinjamkan.

"Keselamatan karya seni milik kolektor yang terlanjur lama disandera juga seringkali luput dari pengawasan, sehingga rentan mengalami kerusakan dan cacat," paparnya.

Menurut Rahmat, tidak ada ketegasan pemerintah, penegak hukum, dan asosiasi seni rupa untuk segera menyelesaikan persoalan lukisan palsu. Sehingga setiap tahun ada saja kolektor yang dirugikan karena membeli lukisan palsu. (one)


Baca juga: