Orang Tanpa Gejala Punya Risiko Kerusakan Paru

Petugas medis melakukan tes COVID-19. Foto ilustrasi.
Sumber :
  • VIVAnews/Kenny Putra

VIVA – Pasien virus corona atau COVID-19 yang tanpa gejala atau disebut asimtomatik alias Orang Tanpa Gejala (OTG) jangan dianggap sepele. Mereka para OTG tetap dapat mengalami kerusakan pada organ paru-parunya. Hal ini diungkapkan oleh Epidemolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman. 

Dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi, Senin 20 Juli 2020, Dicky menyebut berdasarkan data yang ditemukan oleh dokter di Australia menunjukkan 67 persen OTG yang memeriksakan diri ke dokter memiliki potensi kerusakan paru. 

"Tidak bergejala bukan berarti tidak sakit. Data terakhir menunjukkan 67 persen dari tidak bergejala ini mengalami kerusakan di paru," kata Dicky. 

Baca Juga: Untung Banyak dari 4 Kuliner Viral di Tengah Wabah COVID-19 

Dicky menjelaskan, bahwa dari data 67 persen itu diketahui berdasarkan data dari pemeriksaan saturasi oksigen itu ditemukan tidak sengaja oleh dokter umum di Australia. Dijelaskan Dicky mereka (OTG) ini umumnya datang ke dokter umum bukan atas keluhan yang mengarah pada infeksi COVID-19 seperti batuk, atau demam. 

"Mereka datang umumnya ke dokter umum atas keluhan lain, misalnya keluhan kulit. Mereka diperiksa physical diagnonis lengkap salah satunya optimeter. Kelihatan saturasi oksigennya menurun akhirnya dokter ini curiga dan pertama melakukan foto thoraks, rontgen biasa, dari sini mulai kecurigaan mereka akhirnya lakukan tes jadi mereka foto thoraks," kata dia. 

Di sisi lain, Spesialis Penyakit Paru dari RSUP Persahabatan, dr. Erlina Burhan menjelaskan, kemungkinan hal tersebut terjadi lantaran ada mekanisme tertentu yang membuat inflamasi atau kerusakan yang terjadi memblock sinyal (sakit) itu ke otak sehingga orangnya tidak merasa sakit. Dia menjelaskan ketika virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 begitu merusak sistem di dalam tubuh maka sistem lain akan terblock. 

Sebagai contoh ketika seseorang merasa kekurangan oksigen tubuh akan memberikan sinyal ke otak bahwa seseorang harus bernafas sesering mungkin agar oksigen banyak yang masuk. 

"Ada mekanisme tertentu yang membuat inflamasi atau kerusakan yang terjadi memblock sinyal itu ke otak sehingga orangnya tidak merasa sesak. Sesak itu sendiri kan istilah kedokterannya hipoksia, orang Inggris sebutnya happy hipoksia, walau kekurangan oksigen tetap happy. Tapi ini sebenarnya suatu kelainan yang ditimbulkan COVID-19," jelas Erlina.

Erlina juga menyebut ada kemungkinan kecil OTG bisa mengalami kerusakan paru meskipun penyakitnya sudah sembuh. 

"Sebagian kecil kerusakan ini walaupun penyakitnya sudah sembuh akan meninggalkan seperti jaringan parut di paru. Tapi ada juga yang tumbuh sempurna, kalau semakin luas kelainan di paru akan menimbulkan sisa. Seperti luka jaringan parut di paru juga demikian," kata Erlina.