Menguak Asal Usul Lontong Cap Gomeh

Lontong Cap Gomeh
Sumber :
  • VIVA.co.id/Diza Liane

VIVA – Setelah merayakan Tahun Baru Imlek, ada satu lagi tradisi yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Tionghoa, yakni perayaan Cap Go Meh atau sering disebut sebagai Festival Lampion. Dalam kebudayaan Tionghoa, Cap Go Meh melambangkan hari ke-15 dan terakhir dari masa perayaan Tahun Baru Cina atau Imlek.

Pada perayaan ini, masyarakat keturunan Tionghoa biasanya berkumpul sambil menikmati berbagai masakan spesial, salah satunya adalah Lontong Cap Go Meh. Lontong Cap Gomeh adalah masakan fusion yang diadaptasi dari masakan Jawa.

Ada sejumlah versi tentang sejarah hidangan gurih ini. Salah satunya adalah karena imigran China di abad ke-14 tidak diizinkan membawa wanita saat masuk ke Indonesia, sehingga mereka menikahi perempuan lokal, yang pada perkembangannya menciptakan budaya peranakan Tionghoa-Jawa.

Saat menetap di Jawa, mereka menjadi terbiasa dengan masakan tradisional istri mereka. Sejak saat itu, setiap Tahun Baru Imlek, masakan tradisional Yuanxiao atau bola nasi diganti dengan lontong yang kemudian disajikan dengan berbagai masakan Jawa.

Oleh karena itu, Lontong Cap Go Meh diyakini melambangkan asimilasi dua budaya, suasana perayaan Tahun Baru dan simbol keberuntungan, di mana bentuk memanjang dari lontong dikatakan sebagai simbol umur panjang. Telur pindang yang dimasak melambangkan keberuntungan dan kaldu santan kunyit yang mewakili emas sebagai simbol kekayaan.

Dilansir dari laman Indonesia.travel, nama Lontong Cap Go Meh sendiri memiliki sejarah yang panjang. Diawali dengan Sam Po Kong atau lebih dikenal dengan Laksamana Zheng He, yang menginjakkan kaki di Semarang, Jawa Tengah untuk pertama kalinya.

Baca juga:

Sejarah Cap Go Meh, Malam ke-15 Tahun Baru China

Jangan Lewatkan Karnaval Budaya Cap Go Meh di Glodok, Besok

Saat itu, dia mengumumkan bahwa dirinya akan mengadakan kompetisi untuk perayaan Cap Go Meh, dengan membuat sup terbaik. Kabar kompetisi itu pun sampai kepada seorang kepala desa sehari sebelumnya, tapi dia tetap memutuskan untuk bergabung meski memiliki waktu sedikit.

Akhirnya, kepala desa itu memasak semua bahan yang dimilikinya dan menciptakan sup versinya. Sam Po Kong mencicipi setiap sup yang diciptakan oleh setiap peserta yang berasal dari seluruh wilayah, yang masing-masing dibuat dengan resep khusus.

Dari semua peserta, Sam Po Kong memutuskan sup buatan kepala desa itu masuk daftar peringkat 15 sup atau diberi nama Luang Tang Shiwu Ming, yang berarti sup berada di peringkat 15. Dalam dialek Hokkien, pasukannya mengatakannya sedikit berbeda, yakni Luan Dang Cap Go Mia.

Kepala desa dan peserta lainnya kemudian berasumsi bahwa Sam Po Kong menamai sup itu sebagai Lontong Cap Go Meh karena sajiannya mengandung lontong sebagai salah satu hidangan. Sejak saat itu, ciptaan sup itu menjadi terkenal dengan nama tersebut sampai hari ini.

Setidaknya ada sembilan teman makan yang dihidangkan bersama dengan lontong, yakni opor ayam, sayur lodeh, sambal goreng hati, telur pindang, bubuk koya, sambal terasi, acar dan kerupuk udang.

Lontong Cap Go Meh ini merupakan menu yang disajikan dalam tradisi Tahun Baru Imlek, yang masih banyak dilakukan di kota-kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Saat ini, Lontong Cap Go Meh sudah disajikan sebagai menu harian di restoran yang menyajikan masakan peranakan dan Indonesia. (mus)

Jadi laper lihat berita di atas, wisata kuliner yuk! Ternyata banyak makanan halal, nikmat, dan legendaris di kawasan pecinan di Glodok. Ada lho 3 tempat yang kudu jadi tujuan! Cek saja di video ini.