BPOM: Styrofoam Boleh Digunakan, Asal...

Udon dalam Wadah Styrofoam
Sumber :
  • Pixabay/ orcrist

VIVA – Ramainya pemakaian styrofoam di kalangan masyarakat Tanah Air, meningkatkan kekhawatiran tersendiri. Penggunaan styrofoam sebagai wadah makanan, mengundang tanda tanya besar terkait keamanannya untuk tubuh.

Isu mengenai styrofoam yang berbahan polistirena, memberi ketakutan akan pemakaiannya di kalangan masyarakat. Dampak kesehatan disebut-sebut sangat berkaitan dengan bahaya pemakaian styrofoam.

"Kecenderungan orang Jakarta itu, styrofoam bisa digunakan 2-3 kali, itu tidak dianjurkan pemakaiannya. BPOM menegaskan bahwa batasan angka residu stiren dari styrofoam tidak boleh lebih dari 5000 ppm," ujar Kasubdit Standarisasi Produk dan Bahan Berbahaya, Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya, BPOM Indonesia, Dra. Ani Rohmaniyati M.Si., dalam temu media di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis 18 Januari 2018.

BPOM telah meneliti, bahwa dalam 17 kemasan berbahan polistirena, ditemukan residu ppm masih dalam angka yang aman yakni 10-43 ppm. Ani melanjutkan, jika pemakaiannya terlalu sering, bukan tidak mungkin angka tersebut meningkat di dalam tubuh.

"Residunya pindah ketika styrofoam kontak langsung dengan makanan. Tapi, karena angkanya masih kecil, jadi perpindahan residu ke tubuh tidak berbahaya," kata dia.

"Makanan yang ditaruh di styrofoam memang masih bisa dikonsumsi dengan angka residu stiren sebesar 10-43 ppm. Kalau angkanya mencapai 5000 ppm, nantinya bereaksi ke organ hati dan diekskresikan dalam bentuk senyawa lain," terangnya.

Selain itu, permasalahan lingkungan akibat tingginya pemakaian styrofoam juga cukup memberi kekhawatiran lain. BPOM berharap agar proses daur ulang dari styrofoam bisa ditemukan cara yang lebih ramah lingkungan.

"BPOM masih mengizinkan untuk menggunakan kemasan pangan. Tapi, harus ada solusi lingkungan dari pemerintah agar tidak jadi kotoran di lingkungan."