Studi: Orang Gemuk Cenderung Lebih Bahagia
- Pixabay/renepfister
VIVA – Sebuah studi menemukan bahwa orang yang memiliki berat badan berlebih alias gemuk, kemungkinan besar merasa lebih bahagia.
Dilansir dari laman The Independent, Selasa 26 Desember 2017, memiliki bobot tubuh ekstra biasanya dikaitkan dengan sejumlah risiko kesehatan, yang meliputi kondisi jantung, diabetes, dan meningkatnya kemungkinan mengalami stroke.
Namun, sebuah studi baru menemukan bahwa orang-orang yang dikategorikan gemuk, kemungkinan memiliki kehidupan yang lebih bahagia.
Riset tersebut dipublikasikan di International Journal of Epidemiology, yang dilakukan oleh sekelompok ilmuwan di University of Bristol dan diketuai oleh Louise Millard dan George Dave Smith.
Kelompok ilmuwan tersebut melakukan analisis, bagaimana mereka bisa menggunakan sebuah alat bernama PHESANT (PHEnome Scan ANalysis Tool) untuk melakukan pindaian otomatis fenom di UK Biobank.
UK Biobank merupakan database yang berisi data genetis dari 500 ribu pria dan wanita di Inggris dari usia 37-73 tahun.
Selama penelitian tersebut, para ilmuwan mendapat banyak kesimpulan mengenai koneksi antara Indeks Massa Tubuh (IMT) seseorang dengan kondisi kesehatan mereka yang sudah banyak kita ketahui.
Hal ini meliputi fakta bahwa orang dengan IMT lebih tinggi, kemungkinan besar memiliki tekanan darah lebih tinggi, untuk menderita penyakit seperti diabetes dan mengalami pubertas di usia yang lebih dini.
Namun, mereka juga menemukan bahwa orang yang gemuk umumnya memiliki pikiran yang lebih tenang.
"Kami juga mendeteksi sejumlah hubungan penyebab potensial yang sebelumnya tidak diketahui. Misalnya, partisipan dengan kecenderungan genetik memiliki IMT lebih tinggi, tidak menganggap diri mereka sebagai orang yang gugup, atau menyebut diri mereka tegang, atau sangat mudah tersinggung," demikian pernyataan dari para peneliti.
Dasha Nicholls, kepala fakultas gangguan makan di Royal College of Psychiatrists, menjelaskan bagaimana pola makan seseorang bisa berdampak pada kondisi mental mereka.
"Kami tahu bahwa berkompromi secara gizi akan memengaruhi kemampuan seseorang untuk mengatur emosi. Ini tidak mengejutkan bahwa akan ada kaitan langsung, tetapi saya pikir ini studi yang menarik," ujarnya. (asp)