Antibiotik Bukan Obat Cadangan di Rumah

Ilustrasi obat.
Sumber :
  • pixabay/tlspamg

VIVA – Obat yang ada di pasaran bukan berarti bisa digunakan secara bebas tanpa aturan. Karena, obat bukan komoditas biasa dan penggunaannya memerlukan pengetahuan yang benar. Jika tidak, dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius.

Salah satunya adalah antibiotik. Seringkali masyarakat menganggap bahwa antibiotik adalah obat 'dewa' yang bisa digunakan untuk semua penyakit. Padahal, jika antibiotik digunakan sembarangan bisa menyebabkan resistensi.

"Kenapa ini terjadi, karena kurangnya pengetahuan tentang resep dokter. Obat yang diresepkan oleh dokter harus dipatuhi, kalau ditulis antibiotik artinya harus dihabiskan, bukan dihabiskan sebagian, merasa sehat lalu setop," ujar Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang saat temu media di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa 14 Novermber 2017.

Jika hal itu terus dilakukan, maka yang terjadi adalah mikroba dalam tubuh tidak tuntas terbunuh. Akibatnya, mikroba itu bisa bangkit lagi.

Di samping itu, kebiasaan buruk yang sering dilakukan adalah menyimpan antibiotik. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyebutkan bahwa jika pasien sudah merasa sumbuh, mereka kemudian menyimpan antibiotik sebagai persediaan obat.

Linda memperingatkan, antibiotik bukanlah obat sisa yang bisa digunakan sebagai obat emergensi. Antibiotik bukan untuk cadangan dan bukan untuk disimpan.

Kebiasaan inilah yang mengakibatkan terjadinya resistensi antibiotik. Linda menjelaskan, resistensi terjadi ketika mikroorganisme seperti mikroba, virus, parasit, tidak lagi bisa dicegah dengan antibiotik.

"Antivirus dalam antibiotik yang bekerja terhadap mikroorganisme ini kemampuannya sudah berkurang. Sehingga terapi standar tidak lagi efektif dan efeknya juga bisa menyebar ke keluarga serta lingkungan," jelas Linda.