Mengapa Musisi Lebih Rentan Melakukan Bunuh Diri?
- REUTERS/Mario Anzuoni
VIVA.co.id – Kabar duka kembali menyelimuti dunia musik internasional, pentolan dari vokalis band Linkin Park, Chester Bennington, dikabarkan meninggal Kamis waktu setempat, 20 Juli 2017.
Chester dikabarkan meninggal dengan cara gantung diri, yang diduga karena depresi dan pengaruh obat-obatan dan alkohol. Ia tewas tepat pada hari lahir sahabatnya Chriss Cornell, yang lahir pada 20 Juli 1964.
Cornell juga telah meninggal pada 18 Mei 2017 lalu, karena beban depresi yang demikian berat, sehingga memutuskan bunuh diri. Jauh sebelum itu, rock star Kurt Cobain, juga memutuskan untuk bunuh diri dengan menembakkan pistol ke kepalanya.
Dari rentetan kasus bunuh diri yang dilakukan oleh para musisi, pertanyaan yang muncul kemudian ialah, mengapa musisi cenderung rentan untuk melakukan bunuh diri?
Menurut Steve Stack, direktur pusat penelitian bunuh diri dan profesor di Wayne State University, tingkat bunuh diri para musisi kira-kira tiga kali lipat dari rata-rata nasional. Demikian dilansir Seeker.com, Jumat 21 Juli 2017.
"Sudah pasti ada hubungan antara kreativitas dan penyakit jiwa yang diketahui," kata Kepala Petugas Medis untuk Yayasan Amerika untuk Pencegahan Bunuh Diri, Dr. Christine Moutier.
Lebih dari 90 persen orang yang melakukan bunuh diri memiliki penyakit jiwa, apakah itu aktif atau tidak ditangani atau tidak terdiagnosis, kata Moutier.
Banyak seniman dan orang yang melakukan bunuh diri punya karakter yang cenderung tertekan. Cara berpikir kreatif para musisi mengalami mood dan perilaku di luar norma. Keluarga dari orang-orang kreatif punya peran penting pada perubahan orang yang mereka cintai dalam perilaku, pola penggunaan zat adiktif, bahkan perubahan dalam tidur.
Stack juga menambahkan, pekerjaan sebagai musisi mengalami tekanan yang lebih besar dalam pasar kerja. Tekanan ini meliputi pengangguran, setengah pengangguran, ketergantungan klien, dan berpenghasilan rendah.
Dikombinasikan dengan tingkat kelainan mental yang lebih tinggi seperti depresi dan gangguan bipolar, kehidupan para seniman seringkali bergejolak.
"Bukan berarti Anda harus memadamkan kreativitas, tetapi menurut saya dukungan keluarga terhadap orang dewasa muda bersemangat tentang usaha artistik itu penting," kata Moutier. (asp)