Implantasi Koklea Solusi Gangguan Pendengaran pada Anak

Telinga.
Sumber :
  • pixabay/Adinavoicu

VIVA.co.id – Jumlah kasus gangguan pendengaran di Indonesia masih sangat tinggi. Gangguan pendengaran ini bisa mengganggu produktivitas dan membuat penderitanya terisolasi dari lingkungan. Pada anak-anak, dampak gangguan pendengaran dapat membatasi masa depan mereka dan mempengaruhi perkembangannya hingga dewasa.

Staf Departemen Telinga, Hidung dan Tenggorokan (THT) Bedah Kepala Leher Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr. Harim Priyono, Sp.THT-KL(K) memaparkan, dampak yang ditimbulkan akibat gangguan pendengaran cukup luas dan berat jika tidak ditangani dengan tepat mulai dari mengganggu perkembangan kognitif, psikologi, hingga sosial.

Penanganan gangguan pendengaran yang kini sudah banyak dilakukan di Indonesia adalah implantasi koklea. Namun untuk melakukan implantasi ini, jelas dr. Harim, harus dilihat dahulu kondisi pasien.

"Apakah gangguan pendengaran pasien hanya perlu dibantu dengan alat bantu dengar, ada pula yang ketulian-nya karena saraf sehingga tidak dapat diperbaiki dengan operasi," jelas dr. harim saat konferensi pers Solusi Gangguan Pendengaran dengan Implantasi Koklea di RSCM Kencana, Jakarta, Selasa, 24 Januari 2017.

Untuk usia di bawah 24 bulan, implan yang dipasang memiliki intensitas suara 90 decibel. Sedangkan di atas usia 24 bulan memiliki intensitas 70 decibel.

Ada beberapa kondisi di mana pasien tidak bisa melakukan operasi implantasi koklea. Kondisi tersebut antara lain pasien tidak memiliki koklea sehingga tidak bisa dipasangkan label yang menyambungkan alat dengan koklea.

"Selain itu, infeksi yang berisiko komplikasi pada pasien, kondisi penyakit tertentu yang meski masih bisa dilakukan operasi implan tapi hasilnya akan menjadi tidak sempurna, serta saraf perkembangan yang tidak berkembang dengan baik," lanjut dr. Harim.
 
Meski operasi pemasangan implan koklea prosesnya memakan waktu 2-3 jam per telinga, namun proses akhir dari pemasangan implan bisa memakan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

"Operasi ini dilakukan pada pasien sehat, 97 persen dalam kondisi tubuh pasien yang normal sehingga risiko kecil. Pendarahan operasi boleh dikatakan jauh lebih sedikit dari operasi amandel. Hanya saja beban biaya alat masih mahal," lanjut dr. Harim.