Garam Dimasak Jadi Racun, Hoax atau Bukan?

Ilustrasi garam.
Sumber :
  • Pixabay/kaboompics

VIVA.co.id – Kesadaran masyarakat akan kesehatan semakin tinggi. Terlebih dengan informasi yang mudah didapat melalui internet. Namun sayangnya, masih sulit membedakan mana informasi yang valid dan hanya hoax saja.

Seperti yang baru-baru ini banyak beredar viral di media sosial mengenai penggunaan garam. Dikatakan bahwa sebenarnya garam tidak boleh dimasukkan ke dalam makanan yang tengah dimasak dalam suhu tinggi. Karena, garam yang dimasukkan ke dalam masakan panas dapat mengubahnya menjadi toksin atau racun.

Informasi yang sudah beredar luas ini tentunya akan menimbulkan pemahaman yang keliru jika tidak ditelaah lebih lanjut. Menurut dokter ahli gizi dr. Inge Permadhi, MS., Sp.GK., memasak garam tidak akan mengubahnya menjadi racun.

"Garam adalah mineral bukan seperti vitamin, jadi dia tidak akan rusak karena pemasakan. Memasak garam tidak akan merusak strukturnya," jelas dr. Inge kepada VIVA.co.id, Rabu, 4 Januari 2017.

Garam, lanjut dr. Inge, bisa menyebabkan masalah hanya jika digunakan dalam jumlah yang banyak. Terlalu banyak mengonsumsi garam bisa menyebabkan hipertensi.

Ada satu kebiasaan di masyarakat Indonesia jika makanan tidak asin atau gurih, maka makanan tidak dianggap enak. Maka, penggunaan garam pun dilebihkan.

Padahal, dr. Inge mengatakan, penggunaan garam yang dianjurkan adalah tujuh gram sehari atau sama dengan satu sendok teh lebih. Tujuh gram tersebut terbagi dalam berbagai makanan yang kita konsumsi dalam sehari. Maka, ketika makan satu makanan dan tidak terasa asin, jangan menambahkan garam karena itu sama saja artinya menambah asupan garam melebihi dari jumlah yang dianjurkan.

Meski begitu, bukan berarti makanan tidak boleh diberi garam. Garam tetap dibutuhkan oleh tubuh kita, hanya jumlahnya harus cukup dan jangan diperbanyak lagi meski rasa makanan kurang asin. (ms)