Kurangi Angka Stunting, Kemenkes Fokus Edukasi Perempuan

Ilustrasi anak sedang makan
Sumber :
  • Pixabay/vikvarga

VIVA.co.id – Gizi masih menjadi perhatian penting dari pemerintah karena gizi yang menentukan generasi masa depan Indonesia. Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek mengatakan, jika melihat angka yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, Indonesia masih belum mencapainya. Di angka balita kurang gizi harus di bawah 10 persen, stunting di bawah 20 persen, dan balita kurus di bawah lima persen.

Nila mengungkapkan, wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) masih memiliki angka jelek untuk gizi. Karena itulah, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama Presiden kini membuat program pemberian makanan tambahan (PMT) kepada balita dan ibu hamil.

Namun, Nila menegaskan bahwa PMT tetap harus diikuti dengan gizi yang benar. Masyarakat juga perlu mengetahui bagaimana memberikan makan pada anak dimulai dari pemberian ASI pada enam bulan pertama serta makanan pendamping ASI. Serta perlunya menjadi dua tahun pertama usia anak atau 1000 hari kehidupan pertama mulai dari 370 hari dalam kandungan hingga 700 hari berikutnya hingga anak berusia dua tahun.

"Selain itu, PMT juga perlu diberikan pada ibu hamil karena di Indonesia masih ada ibu hamil yang kekurangan gizi kronis sehingga dia tidak bisa memberikan gizi yang baik pada janin. Nila menyebutkan bahwa di NTT tingkat kekurangan gizi mencapai angka 18 persen," kata Nila saat konferensi pers di Gedung Kemenkes, Jakarta, Kamis, 29 Desember 2016.

Dan yang juga mengkhawatirkan adalah angka stunting di Indonesia yang masih tinggi. Nila menuturkan, stunting merupakan suatu kondisi di mana ukuran tinggi dan berat badan yang tidak sesuai atau pendek. Di Indonesia stunting angka stunting mencapai 37,2 persen, tapi dengan pemantauan status gizi yang dilakukan Dirjen Kesehatan Masyarakat, angkanya turun menjadi 29,6 persen tapi penurunan ini masih belum merata di seluruh wilayah Indonesia.

Di NTT, stunting masih memiliki angka 48,2 persen di mana dari 100 anak 50 persen anak mengalami stunting.

"Stunting berbahaya karena bisa menyebabkan pada saat dewasa mereka bisa melahirkan anak stunting. Stunting juga berkorelasi dengan penyakit tidak menular seperti diabetes, jantung dan ini akan menjadi beban negara. Kalau banyak penyakit tidak menilai, biaya mahal dan sangat merugikan,"

Karenanya, PMT menjadi dilakukan sebagai pemicu untuk memotivasi agar masyarakat bisa mengerti pentingnya gizi. Kemudian langkah ini akan bergeser lagi pada edukasi tentang pentingnya memberi makan. Selain itu, status perempuan juga harus diangkat karena perempuan harus mengerti bagaimana memberi makan dan mendidik anak.

"Di NTT masih ada budaya yang kuat di mana perempuan tidak berdaya. Mereka 40 hari pantang makan sehingga angka tidak memberi ASI tinggi. Dari angka Nusantara didapat ada 70 persen yang tidak ASI," imbuh Nila.

Selain itu, untuk mengatasi masalah ini Kemenkes juga akan meningkatkan layanan primer dan melakukan pendekatan keluarga serta memberikan edukasi kepada para ibu.