Rata-rata 25 Persen Ibu Hamil di RI Tidak Periksa Kandungan
- Pixabay/ ekseaborn0
VIVA.co.id – Status kesehatan bayi diukur dari angka kematian bayi setiap tahunnya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir angka kematian bayi baru lahir atau di bawah 28 hari tidak mengalami perbaikan yang signifikan.
Menurut Direktur Kesehatan Keluarga dari Kementerian Kesehatan, Dr. Eni Gustina, MPH, tingginya angka kematian bayi terkait dengan masalah kesehatan ibu. Selain itu, faktor budaya di mana kematian bayi masih dianggap kejadian yang biasa dan kepercayaan bahwa bayi yang meninggal bisa membawa orangtua ke surga.
"Pandangan itu yang perlu diubah karena dalam kehamilan dan kelahiran juga ada pengorbanan dan kematian bayi merupakan kerugian," kata Eni saat temu media di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta.
Masalah lain yang mempengaruhi status kesehatan anak di Indonesia adalah gizi dan kematian. Serta anak cacat yang hingga saat ini masih belum mendapatkan layanan disabilitas yang optimal. Kekerasan juga masih angka yang tinggi di tinggi di Indonesia baik kekerasan fisik maupun seksual.
Agar ibu hamil bisa melahirkan bayi yang sehat, selamat, berkualitas, dan mampu hidup hingga usia harapan hidup sesuai dengan di daerahnya masing-masing, mereka harus melakukan pemeriksaan secara berkala dan skrining kehamilan.
"Cakupan perawatan kehamilan atau natal care dari data Sirkesnas (Survei Indikator Kesehatan Nasional) 2016 menunjukkan 72,5 persen yang melakukan. Artinya, masih ada 25 persen ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilan dan tumbuh kembang janinnya tidak terpantau tenaga kesehatan sehingga berisiko terjadi hal-hal buruk," kata Eni.
Bayi berkualitas, lanjut Eni, juga berkaitan dengan proses melahirkan yang dilakukan di fasilitas layanan kesehatan. Saat ini baru 74,7 persen yang melakukan persalinan di fasilitas layanan kesehatan sementara, 25 persen lainnya masih melahirkan di klinik, bidan, dan di rumah.
(ren)