Komunikasi Terbuka, Cegah Remaja Depresi Dini
- Pixabay
VIVA.co.id – Sebuah studi baru-baru ini menemukan tren masalah kesehatan mental yang terjadi di kalangan remaja. Ditemukan, angka depresi di kalangan remaja semakin meningkat dalam beberapa dekade.
Data dari National Surveys pada Drug Use and Health, peneliti menemukan remaja berusia 12-17 tahun di Amerika Serikat, mengalami depresi yang meningkat menjadi 11,3 persen di 2014 dari angka 8,7 persen di tahun 2005.
Studi tersebut juga menunjukkan bahwa remaja perempuan lebih rentan mengalami risiko depresi, dengan angka 17,3 persen di 2014 dari angka 13,1 persen di 2004, dibandingkan dengan remaja pria hanya 5,7 persen dari angka sebelumnya 4,5 persen dalam periode yang sama.
"Depresi menjadi ukuran yang bisa berubah dan bertambah pada populasi remaja di Amerika Serikat. Perawatan depresi pada generasi muda, kini harus menjadi prioritas," ujar profesor Washington University School of Medicine, Anne Glowinski, dilansir dari laman Todaysparent.
Untuk itu, direkomendasikan pada para orangtua untuk mulai melihat tanda-tanda dini depresi pada anak, terlebih di zaman yang serba canggih berkaitan dengan media sosial, risiko depresi lebih rentan menyerang mereka yang berada di kelompok remaja awal.
Menurut profesor kesehatan masyarakat, Ramin Mojtabai, pubertas pada anak serta tekanan eksternal dari sekolah dan teman sebaya, menjadi faktor yang berkontribusi, juga adanya sosial media yang berperan sangat besar di jaman ini. Ramin menyarankan agar orangtua bisa lebih mendukung anaknya di lingkungan rumah dengan banyak berkomunikasi mengenai tekanan-tekanan yang dialami anak.
Remaja usia awal, kata Ramin, memang sangat wajar jika mengalami perubahan suasana hati yang begitu cepat. Oleh sebab itu, berkomunikasi adalah cara terbaik orangtua untuk memfasilitasi keluh kesah anak.
Selain itu, Ramin menganjurkan, dengan berkomunikasi, para orangtua sekaligus melihat tanda gejala depresi pada anak. Tanda gejala tersebut mencakup sedih berkepanjangan, menangis secara rutin, mudah marah, adanya gestur ingin bunuh diri, perubahan yang signifikan seperti tidak nafsu makan dan berat badan menurun, dan perubahan pada kadar energinya.