Morning Sickness Kurangi Risiko Keguguran

ilustrasi ibu hamil.
Sumber :
  • Pixabay/pexels

VIVA.co.id – Menjalani masa kehamilan menjadi masa yang sangat membahagiakan. Tapi terkadang, gejala morning sickness seringkali membuat ibu tidak nyaman.

Morning sickness diartikan sebagai mual dan muntah yang dialami oleh beberapa wanita di masa awal kehamilan. Kadang istilah morning sickness disalahartikan dengan mual yang dialami di pagi hari saja, namun pada kenyataannya kondisi ini bisa terjadi kapan saja atau sepanjang hari, bahkan pada malam hari.

Meskipun membuat tidak nyaman, namun ternyata morning sickness baik untuk bayi.

Berdasarkan sebuah studi, wanita yang mengalami mual muntah di awal kehamilan hanya berisiko setengahnya untuk keguguran. Terlebih, risiko keguguran akan semakin rendah pada wanita dengan mual disertai muntah, seperti dilansir dari laman Todaysparent.

Studi yang dipimpin oleh para peneliti dari National Institute of Child Health and Human Development Amerika Serikat ini melibatkan hampir 800 wanita yang setidaknya pernah mengalami keguguran dan kemudian hamil kembali. Pertanyaan yang diajukan seputar catatan gejala yang dialami selama delapan minggu pertama kehamilan dan kuesioner bulanan di akhir semester pertama.

Hasilnya, terdapat 188 kasus keguguran yang berdampak pada hampir satu dari empat kehamilan dan lebih dari 90 persen terjadi di semester pertama. Pada 800 wanita yang ikut berpartisipasi di dalam studi, 443 memiliki catatan yang lengkap dan hanya setengah dari mereka mengalami mual di delapan minggu pertama kehamilan.

Para peneliti kemudian mengaitkan kasus mual saja dan mual disertai muntah yang setelah dianalisa ternyata berhubungan dengan 50 hingga 70 persen penurunan risiko untuk mengalami keguguran. Studi sebelumnya juga pernah menemukan bahwa morning sickness memang berkaitan dengan jumlah angka yang rendah pada keguguran.

Kasus morning sickness sendiri disebut-sebut berkaitan dengan tingginya kadar hormon yang terjadi di awal kehamilan. Namun, bagaimana proses hormon tersebut berdampak pada berkurangnya kasus keguguran, masih belum diketahui secara pasti.