Puasa Bisa Jadi Terapi Bagi Penderita Gangguan Pencernaan

Berdoa sebelum berbuka puasa.
Sumber :
  • REUTERS/Ina Fassbender

VIVA.co.id – Selama bulan Ramadan, setiap umat muslim pasti ingin berpuasa dan beribadah sebanyak-banyaknya. Namun, adakalanya mereka yang memiliki masalah pencernan ragu untuk menjalankan puasa.

Nah, menurut Taswin Prawira, dokter spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Mitra Keluarga Kemayoran, sesungguhnnya puasa bisa jadi terapi yang baik bagi para penderita masalah pencernaan.

“Sebenarnya puasa itu tidak masalah. Justru dalam puasa itu biasanya timbul gejala-gejala membaik,” katanya dalam sebuah diskusi di bilangan Menteng, Rabu, 22 Juni 2016.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa dalam menjalankan ibadah puasa, pola makan dan jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuh bisa jadi lebih teratur dan lebih terkontrol.

 “Dia makan itu pas buka dan pas sahur. Asal ketika baru buka dia bisa mengatur. Jangan baru buka disikat semuanya,” ujar Taswin.

Semua harus dilakukan bertahap, mulai dari minum air putih, makanan ringan, dan baru makanan berat.

Ia pun menekankan, pada umumnya, setiap penderita masalah pencernaan tetap bisa menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. “Kecuali orang itu ada masalah serius, seperti luka di dalam pencernaan, dan luka itu pernah berdarah, itu kita tidak anjurkan untuk yanng berdarah,” kata Taswin.

Ia juga menambahkan, terlebih jika penderita tersebut mengeluarkan muntah darah, atau BAB-nya berdarah dan sedikit berwarna hitam.

 “Itu sebaiknya jangan. Kalau mau puasa  sebagai dokter saya sarankan jangan dulu. Karena ini penyakitnya serius, tapi kalau sudah mau sembuh dan puasa silahkan,” ujarnya.

Minim Pengetahuan

Lebih jauh, Taswin juga mengatakan bahwa masyarakat Indonesia masih minim edukasi tentang masalah pencernaan. Kebanyakan orang hanya tahu maag dan asam lambung. Padahal ada beberapa istilah kedokteran yang juga penting diketahui oleh masyarakt awam. Misalnya, dispepsia yang paling banyak terjadi pada msayarakat Indonesia.

Dispepsia sendiri adalah gejala klinis, atau rasa tidak nyaman yang dirasakandi daerah perut bagian atas yang disertai dengan rasa panas di dada dan di perut. Selain itu penderita biasanya merasakan kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, mual, muntah dan mulut terasa asam.

Cara mendiagnosisnya bisa melalui tiga cara, melihat gejalanya, terapi empiris, dan endoskopi. Menurut Taswin cara yang paling akurat adalah dengan endoskopi, namun banyak masyarakat Indonesia yang enggan. Selain karena biaya yang mahal, pemeriksaan endosokopi juga tidak nyaman.

“Makanya kita harus edukasi masyarakat kita,. Karena ketika diendoskopi akan lebih mudah diketahui apa yang diderita, penangan dan obat yang tepat,” ujar Taswin.

(ren)