Cangkok Ginjal, Selamatkan Penderita Walau Kontroversial

Ilustrasi organ tubuh
Sumber :
  • Pixabay
VIVA.co.id
- Merasa dunia seakan runtuh saat dinyatakan terkena gagal ginjal tahap akhir? Mungkin, yang ada dalam bayangan adalah kenyataan harus menjalani sisa usia dengan rutin melakukan cuci darah.


Padahal sebenarnya, penderita gagal ginjal tahap akhir masih bisa diatasi dengan terapi pengganti ginjal. Memang salah satunya yang terkenal adalah dialisis atau cuci darah. Cuci darah sendiri bisa dilakukan melalui mesin yang disebut
hemodialysis
, atau melalui perut yang disebut
peritoneal dialysis
.


Sebenarnya ada cara lain, yang justru dianggap bisa membuat penderita gagal ginjal tahap akhir mampu menjalani hidup normal seperti orang sehat pada umumnya, yaitu melalui tranplantasi ginjal.


Sayangnya, transplantasi ginjal justru terkena isu tidak sedap terkait jual beli ginjal. Dr Tunggul D Situmorang SpPD, K-GH, FINASIM menuturkan, Indonesia sejak tahun 1977 hanya melakukan transplantasi ginjal kepada 800 pasien. Jumlah itu sekitar 10 persen dari yang melakukan terapi dialisis.


"Hal ini cukup memalukan, karena setiap kali mau naik justru terkena isu jual beli ginjal," katanya dalam acara
Penyakit Ginjal dan Pencegahannya
di Matraman, Jakarta Pusat, 3 Februari 2016.


Padahal Tjetjep DS, Tim Medikolegal Pasien Transplantasi Ginjal mengatakan bahwa undang-undang (UU) mengatur tentang transplantasi ginjal.


"Tidak ada undang-undang yang mengatakan tidak boleh jadi donor, yang dilarang itu adalah donor yang dikomersilkan," ujarnya.  Tjetjep menambahkan, jual beli organ sudah masuk ranah hukum, bukan lagi peran dokter.


Sedangkan Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (Pardi), Prof Dr dr Idrus Alwi berharap isu jual beli organ jangan terus berkembang karena akan memengaruhi niat masyarakat yang ingin berobat.


Padahal, menurut dia, jika dibandingkan antara dialisis dan transplantasi ginjal, kesempatan untuk hidup bagi penerima transplantasi jauh lebih panjang dibanding hemodialisis. Dari sisi prosedur, tentu saja transplantasi hanya dilakukan satu kali seumur hidup, sementara hemodialisis perlu dilakukan seumur hidup.


Selain itu, kemungkinan gagal dari transplantasi masih bisa diatasi dengan hemodialisa ulang atau transplantasi ulang, sedangkan dengan metode dialisis, risikonya adalah kematian.


Untuk biaya, biaya transplantasi terlihat mahal di awal, sekitar Rp100 hingga Rp200 juta, namun untuk satu kali. Adapun, dialisis menghabiskan biaya sekitar Rp62juta per tahun dan dialisis tidak bisa menggantikan seluruh peran ginjal. (ren)