Bukan Hanya Vitamin! Zat Besi Jadi Kunci Cegah Anemia pada Ibu Hamil dan Balita

Peluncuran Inisiatif Kolaborasi Rekomendasi Skrining dan Pencegahan Anemia
Sumber :
  • VIVA/Ega Shepiani

Jakarta, VIVA – Dalam acara “Peluncuran Inisiatif Kolaborasi Rekomendasi Skrining dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi pada Ibu dan Anak Indonesia” yang berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta, para ahli menyoroti peran vital zat besi dalam mencegah anemia defisiensi besi (ADB) pada ibu hamil dan balita.

Acara ini menjadi momen penting untuk mengedukasi masyarakat akan dampak buruk anemia terhadap tumbuh kembang anak serta kesehatan ibu. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

Prof DR dr Rini Sekartini, Sp.A (K), Dokter Anak Ahli Tumbuh Kembang Pediatri Sosial, dalam sambutannya menjelaskan bahwa tumbuh kembang anak adalah proses yang berkesinambungan.

"Jika satu proses terganggu, perkembangan selanjutnya tidak akan optimal. Anak memiliki ciri khas yang selalu tumbuh dan berkembang sejak masa konsepsi hingga remaja," ujar Prof. Rini.

Zat Besi: Mikronutrien Penting untuk Masa Depan Anak

Zat besi memainkan peran sentral dalam berbagai proses biologis, seperti sintesis DNA, pembentukan hormon, dan metabolisme seluler. Kekurangan zat besi tidak hanya menyebabkan anemia, tetapi juga dapat menghambat tumbuh kembang anak secara fisik, kognitif, dan emosional.

"Optimalisasi tumbuh kembang anak sangat bergantung pada pemenuhan kebutuhan dasar, termasuk nutrisi seperti zat besi. Nutrisi ini penting untuk oksigenasi, kadar hemoglobin, dan faktor pertumbuhan seperti IGF-1," tambah Prof. Rini.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2018, sebanyak 38,5% anak Indonesia di bawah usia lima tahun mengalami anemia, sementara 48,9% ibu hamil di Indonesia juga menghadapi masalah serupa.

Peluncuran Inisiatif Kolaborasi Rekomendasi Skrining dan Pencegahan Anemia

Photo :
  • VIVA/Ega Shepiani

Kekurangan zat besi selama kehamilan dapat meningkatkan risiko stunting pada anak, menghambat hormon pertumbuhan, dan memengaruhi kesehatan jangka panjang anak.

“Untuk itu, pemeriksaan kadar Hb penting dilakukan mulai usia 2 tahun dan selanjutnya setiap tahun sampai usia remaja. Bila ditemukan anemia, dicari penyebab dan bila perlu dirujuk,” ucap Prof. Rini

Sumber Zat Besi yang Wajib Dikonsumsi

Zat besi terdapat dalam dua bentuk yaitu heme (dari sumber hewani) dan non-heme (dari sumber nabati). Sumber zat besi heme meliputi daging merah, hati ayam, dan seafood. Sedangkan sumber non-heme bisa ditemukan pada sayuran hijau, kacang-kacangan, serta makanan terfortifikasi.

"Untuk memaksimalkan penyerapan zat besi, penting mengonsumsi makanan yang kaya vitamin C seperti jambu biji, jeruk, stroberi, dan paprika," ungkap Prof. Rini, seraya mengingatkan untuk menghindari makanan penghambat penyerapan zat besi seperti teh, kopi, dan makanan tinggi kalsium saat mengonsumsi zat besi.

Zat Besi dan Masa Keemasan Anak

Masa 1.000 hari pertama kehidupan anak, mulai dari masa kehamilan hingga usia dua tahun, adalah periode emas bagi perkembangan otak dan fisik anak. Selama periode ini, kebutuhan zat besi meningkat secara signifikan.

"Suplementasi zat besi pada anak usia 0-6 bulan membantu perkembangan motorik, sedangkan pada anak usia sekolah, suplementasi ini dapat meningkatkan daya ingat, konsentrasi, dan kecerdasan," kata Prof. Rini. Penelitian juga menunjukkan hubungan antara zat besi dengan perkembangan sosioemosional dan neurofisiologis anak.

Kunci Cegah Anemia: Pola Makan Seimbang dan Edukasi

Kunci utama mencegah anemia adalah pola makan seimbang yang kaya protein hewani, sayur, buah, dan zat besi. Selain itu, edukasi bagi ibu hamil mengenai pentingnya nutrisi seimbang, kebiasaan makan sehat, serta suplementasi zat besi harus terus ditingkatkan.

"Pada anak-anak, zat besi merupakan salah satu mikronutrien penting untuk proses tumbuh kembangnya. Keseimbangan zat besi positif sekitar 1 mg asupan zat besi per hari. Karena sekitar 10% zat besi makanan diserap, 8-10 mg zat besi makanan harus dikonsumsi setiap hari," ujar Prof. Rini.

Anemia defisiensi besi yang tidak ditangani dapat menjadi penghambat cita-cita Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2045. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat menjadi kunci untuk mengatasi masalah ini.

Acara ini menjadi pengingat bahwa zat besi bukan hanya sekadar nutrien tambahan, tetapi juga kunci penting untuk memastikan kesehatan ibu dan anak. Dengan langkah bersama, masalah anemia defisiensi besi dapat ditekan demi masa depan Indonesia yang lebih cerah.