Pernah Dibully, Dokter Boyke Nyaris Tinggalkan Dunia Kedokteran
- YouTube HAS Creative
Jakarta, VIVA – Bullying di kalangan dunia kedokteran masih ramai jadi perbincangan. Bahkan, baru-baru ini dr Boyke Dian Nugraha, SpOG MARS, blak-blakan pernah mengalaminya. dr Boyke yang kini sudah dikenal masyarakat luas, ternyata juga pernah menjadi korban bullying.
Dalam sesi tanya jawab di kanal YouTube Metro TV Bicara, ia bercerita tentang bagaimana perundungan yang ia alami hampir membuatnya keluar dari profesi spesialis obstetri dan ginekologi.
"Saya hampir keluar dari dokter kandungan. Kaki saya sudah di luar karena menurut saya sudah tidak pantas. Waktu itu saya dihukum jaga malam 7 hari 7 malam. Saya kerjakan dulu karena saya tidak ingin dianggap sebagai dokter yang cengeng. Saya kerjakan 7 hari 7 malam sampai istri saya tuh bawa celana dalam ke tempat saya jaga, bawa nasi, bawa ganti baju," jelas dr Boyke.
Pengalaman ini menunjukkan bagaimana dr Boyke berusaha untuk tetap bertahan, meskipun hampir menyerah. Dukungan dari keluarganya, terutama istrinya, menjadi salah satu faktor yang membuatnya kuat menghadapi situasi yang sulit ini.
Selama menjalani pendidikan kedokteran, dr Boyke harus menghadapi berbagai bentuk perlakuan yang tidak menyenangkan dari para senior. Salah satu kejadian yang paling membekas dalam ingatannya adalah saat ia mendapat cemoohan dari profesor yang seharusnya membimbingnya.
"Tapi kan kita tidak pernah mau mengungkapkan. Karena bagaimanapun kita sangat tergantung pada senior. Tapi saya pada waktu itu sampai berani mengatakan mau keluar dari obgyn. Karena saya bilang, ‘tolong profesor, tunjukkan kepada saya satu pendidikan di mana seseorang harus berjaga 7 hari 7 malam.’ Dia diem," ujar DR Boyke.
Keberanian dr Boyke untuk menolak ketidakadilan tersebut mencerminkan betapa pentingnya seorang dokter muda mempertahankan integritas dan martabatnya, bahkan di bawah tekanan yang besar dari seniornya.
Selain tekanan mental, dr Boyke juga dihadapkan pada masalah finansial selama menempuh pendidikan kedokteran. Pada masa itu, terdapat kebiasaan di mana mahasiswa baru diharuskan mentraktir senior-senior mereka. Namun, dr Boyke yang hanya memiliki penghasilan sebagai dokter Puskesmas, tidak memiliki dana yang cukup untuk memenuhi tradisi tersebut.
"Saya dulu masuk karena dokter puskesmas ya duitnya gak ada. Kalau disuruh beli traktir ini itu, saya bilang saya gak punya uang. Gimana sih lo masuk kesini gak bawa duit?" kisahnya mengenang masa lalu.
Meski sulit, dr Boyke tetap bertahan dan tidak menyerah pada tekanan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa keteguhan dan ketulusan dalam mengejar ilmu bisa melewati berbagai rintangan, baik dari segi fisik maupun mental.
Pengalaman perundungan yang dialami dr Boyke meninggalkan trauma tersendiri. Terlebih saat ia melakukan operasi dan mendapat hinaan dari beberapa seniornya yang meremehkan kemampuannya.
"Yang saya bikin trauma adalah ketika saya operasi, keluar kata-kata yang menyebut kita bodoh, ada kata-kata kebon binatang juga. Saya langsung taruh alat operasi dan keluar," katanya.
Trauma semacam ini menunjukkan bahwa bullying bukan hanya sekadar tindakan verbal, tetapi bisa meninggalkan luka emosional yang dalam. dr Boyke bahkan melaporkan perlakuan tersebut kepada Ketua Program Studi (KPS) karena ia merasa berada di institusi pendidikan untuk belajar, bukan untuk dihina.
Di tengah tekanan yang ia rasakan, dr Boyke menerima dukungan dari seorang asisten senior bernama dr. Bambang Gunawan. Dukungan ini menjadi titik balik bagi dr Boyke untuk tetap bertahan di tengah situasi yang sulit.
"Boy, lo tahan deh. Gue ngerti lo tuh sakit hati atau apa tapi lo tahan. Karena mungkin maksud mereka juga, mungkin mereka sudah tidak suka dengan nama saya," ungkap dr Boyke.
Nasihat dari dr. Bambang Gunawan inilah yang akhirnya membuat dr Boyke kembali semangat. Ia menyadari bahwa keluarganya berharap banyak pada keberhasilannya sebagai dokter, dan demi menjaga kehormatan mereka, dr Boyke memutuskan untuk terus berjuang.
Di era modern, bullying telah menjadi perhatian utama dalam dunia kesehatan mental. dr Boyke menyatakan bahwa bullying bisa menjadi akar dari berbagai masalah psikologis yang serius. Ia mengingatkan pentingnya batasan dalam pola asuh dan pendidikan, terutama dalam hubungan antar-individu.
"Bullying jangan hanya dianggap remeh. Kamu bilang orang lebih bodoh dari kakakmu, itu sudah bullying. Bullying bisa merusak mental seseorang jika tidak ada dasar cinta dalam tindakan," jelasnya.
Pemikiran dr Boyke tentang bullying menyoroti bahwa tindakan mendidik seharusnya didasari kasih sayang, bukan atas dasar kekerasan atau penghinaan. Sebuah pelajaran yang penting bagi setiap individu yang ingin menciptakan lingkungan positif dan mendukung satu sama lain.