Benarkah BPA Bisa Sebabkan Bayi Lahir Prematur? Begini Penjelasan Dokter Kandungan
- Pixabay
Jakarta, VIVA – Polemik mengenai Bisphenol A atau BPA yang terkandung dalam air minum dalam kemasan (AMDK) masih terus berlanjut. Padahal bukan hanya galon air mineral, tetapi BPA juga bisa ditemukan di wadah makan, botol minum, bahkan botol susu bayi.
Salah satu isu yang berkembang yakni kaitan zat tersebut terhadap masalah kelahiran bayi prematur.
Misinformasi yang beredar menyebutkan bahwa BPA dapat menyebabkan ibu hamil melahirkan lebih cepat dari waktu yang seharusnya karena masalah pada janin. Padahal semua tudingan tersebut tidak berdasar.
Hal ini tidak terbukti melalui studi meta-analisis terhadap 7 penelitian dengan total 3.004 partisipan. Studi meta-analisis lain mengulas hubungan antara paparan BPA saat kehamilan dengan kelahiran.
"Ternyata kesimpulannya, tidak ada kaitan antara paparan BPA dengan usia kehamilan, panjang bayi, berat badan bayi, dan lingkar kepala bayi,” papar Spesialis kandungan & kebidanan dari Tzu Chi Hospital dr. Ervan Surya, Sp.OG, dalam acara Forum Ngobras, Senin 14 Oktober 2024.
Penyebab persalinan prematur cukup beragam. Yang paling sering antara lain infeksi saluran kemih (ISK) dan infeksi vagina. Maka dari itu, perlu pemeriksaan lebih lanjut terhadap pasien sebelum menyimpulkan penyebabnya.
Selain soal kelahiran prematur, BPA juga disebut dapat menimbulkan infertilitas atau gangguan kesuburan pada perempuan, hingga menyebabkan mikropenis pada laki-laki. Namun seperti halnya kelahiran prematur, masalah yang satu ini juga tidak terbukti dan masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
"Berdasarkan studi meta-analisis, tidak ada korelasi antara BPA dengan gangguan kesuburan. Sebuah studi meta-analisis yang dilakukan sepanjang 2013 – 2022 meneliti kaitan antara BPA dan fertilitas perempuan dengan melihat tiga parameter yaitu kebutuhan akan IVF (in-vitro fertilization) atau bayi tabung, PCOS (polycystic ovarian syndrome) dan endometriosis. Ternyata tidak ditemukan hubungan antara BPA dengan endometriosis, IVF dan PCOS,” ujarnya.
Penggunaan BPA sebenarnya masih diperbolehkan bahkan dinyatakan aman selama dalam kadar yang semestinya. BPOM telah menetapkan Peraturan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, yang mengatur persyaratan keamanan kemasan pangan termasuk batas maksimal migrasi BPA maksimal 0,6 bpj (600 mikrogram/kg) dari kemasan polikarbonat.
"Berdasarkan hasil pengawasan Badan POM terhadap kemasan galon AMDK yang terbuat dari Polikarbonat (PC) selama lima tahun terakhir, menunjukkan bahwa migrasi BPA di bawah 0,01 bpj (10 mikrogram/kg) atau masih dalam batas aman,” terang dr. Ervan.